
Pantau - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengaku heran dengan langkah KPU yang belum juga merevisi aturan soal penghitungan keterwakilan caleg perempuan.
Padahal, aturan itu sudah dinyatakan melanggar Undang-undang (UU) Pemilu oleh Mahkamah Agung (MA).
"Putusan MA sama seperti putusan Mahkamah Konstitusi yang sifatnya final dan mengikat, jadi harus dilaksanakan," ujar peneliti Perludem Usep Hasan Sadikin, Selasa (12/9/2023).
Ia menyayangkan KPU yang kerap membuat pernyataan dirinya adalah pelaksana UU, namun putusan MA yang mengoreksi peraturan KPU ke tingkat UU justru tak kunjung dilaksanakan.
Usep menegaskan, putusan MA bukan merupakan rekomendasi yang sifatnya opsional dapat dilaksanakan maupun tidak.
"Jelas, di dalam UU Pemilunya, bahwa pencalonan anggota legislatif perempuan itu minimum 30 persen. Saat (penghitungan 30 persennya) dibulatkan ke bawah, itu justru melanggar undang-undang," lanjutnya.
Perludem menilai, KPU masih memiliki waktu untuk merevisi aturan tersebut, sebelum tahapan pencalonan anggota legislatif tuntas menjadi Daftar Calon Tetap (DCT) yang tak bisa lagi diganggu-gugat pada 4 November 2023.
Sebagai informasi, MA menyatakan Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang penghitungan keterwakilan perempuan pada pencalonan anggota legislatif Pemilu 2024 tidak berkekuatan hukum, melalui putusan perkara nomor 24 P/HUM/2024 yang diputus pada Selasa (29/8/2023).
Putusan ini sekaligus mengabulkan gugatan Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan yang menilai pasal tersebut mengancam keterwakilan caleg perempuan pada Pemilu 2024.
- Penulis :
- Aditya Andreas