Pantau Flash
HOME  ⁄  Pantau Pemilu 2024

Politik Uang Dinilai Semakin Canggih

Oleh Wira Kusuma
SHARE   :

Politik Uang Dinilai Semakin Canggih
Foto: Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Aditya Perdana (ANTARA/ Foto: dok pribadi)

Pantau-Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Aditya Perdana, mengingatkan tentang maraknya praktik politik uang yang semakin canggih seiring dengan perkembangan teknologi. Dalam keterangannya di Depok, Minggu (24/11/2024), ia menyoroti pentingnya perhatian serius dari Bawaslu RI terhadap modus politik uang, baik yang dilakukan secara konvensional maupun digital.

"Hati-hati maraknya politik uang yang dilakukan dengan cara konvensional ataupun digital. Modus politik uang tentu semakin canggih dan perlu menjadi perhatian serius oleh Bawaslu RI," ujar Aditya, seperti dilansir Antara.


Baca juga: ASN dan APH Diminta Netral di Pilkada 2024

Aditya mengungkapkan bahwa sebagian masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan permisif terhadap praktik politik uang. Hal ini menjadi tantangan besar dalam menjaga independensi pemilih. "Bahkan di antara yang setuju terhadap politik uang, mereka cenderung memilih kandidat yang memberikan uang. Ini menunjukkan bahwa potensi politik uang tetap tinggi untuk memengaruhi pilihan pemilih," jelasnya.

Permasalahan ini semakin kompleks karena politik uang, baik melalui pemberian langsung maupun dalam bentuk imbalan digital, dapat memengaruhi integritas hasil pemilu.

Meski demikian, Aditya memprediksi bahwa tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada serentak kali ini tetap tinggi, diperkirakan mencapai 75 persen ke atas, seperti pemilu-pemilu sebelumnya.

Namun, ia menekankan bahwa yang menjadi pekerjaan rumah besar adalah memastikan pemilih memiliki kemandirian dalam menentukan pilihan tanpa dipengaruhi oleh iming-iming material. "Ini pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi semua pihak. Baik peserta pemilu, penyelenggara, maupun berbagai kelompok masyarakat," ucap Aditya.

Ia menambahkan bahwa masa tenang adalah momen krusial bagi pemilih untuk memutuskan pilihannya secara bijak. Pemilih diimbau untuk mempelajari rekam jejak, visi misi, dan program pasangan calon, serta mencermati gesture tubuh dan cara bicara dalam debat publik yang banyak diunggah di platform seperti YouTube.

Dengan lebih dari 500 daerah yang akan melakukan pencoblosan secara serentak, penghitungan cepat melalui quick count dan exit poll akan menjadi penentu awal hasil pemilu.

Teknologi dan media sosial, selain memberikan kemudahan akses informasi bagi pemilih, juga menjadi tantangan karena bisa dimanfaatkan sebagai alat penyebaran politik uang secara tidak langsung.

Penulis :
Wira Kusuma