Pantau Flash
HOME  ⁄  Politik

Sorotan Terhadap Revisi UU Pemilu: Menjawab Tantangan Demokrasi di Indonesia

Oleh Ahmad Ryansyah
SHARE   :

Sorotan Terhadap Revisi UU Pemilu: Menjawab Tantangan Demokrasi di Indonesia
Foto: Ilustrasi Ruangan Hakim (Antara)

Pantau - "Pengalaman adalah guru terbaik." Pepatah ini seharusnya menjadi pedoman dalam aktivitas demokrasi di Indonesia, terutama dalam pemilihan umum (pemilu). Tak terasa, Indonesia akan segera merayakan 80 tahun penerapan sistem demokrasi. Selama periode ini, sistem pemilu telah mengalami berbagai perubahan, mengikuti dinamika politik yang berkembang.

Pemilu di Indonesia bukanlah hal baru; sejak 1955, pemilu legislatif menjadi awal dari pemilihan Presiden dan Wakil Presiden melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat. Namun, sistem pemilu mengalami transformasi menjadi pemilihan langsung, memberikan hak kepada rakyat untuk memilih calon eksekutif dan legislatif dengan mencoblos kertas suara.

Meskipun pemilu saat ini diatur oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, masih terdapat banyak kompleksitas yang dihadapi. Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk melakukan revisi terhadap sistem pemilu, yang kini tengah dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029 oleh DPR RI.

Keserentakan Pemilu dan Kompleksitasnya
 

Pemilu 2019 menandai tonggak sejarah dengan pelaksanaan pemilu secara serentak, mencakup pemilihan Presiden, DPR RI, DPD RI, serta DPRD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Namun, sistem ini menciptakan tantangan tersendiri, dengan banyaknya kotak suara yang harus diisi oleh pemilih. Pengadilan Konstitusi menegaskan bahwa pemilu serentak harus dilaksanakan untuk meningkatkan efektivitas sistem presidensial dan efisiensi penyelenggaraan pemilu.

Sayangnya, sistem pemilu serentak ini justru menciptakan kompleksitas, termasuk tingginya jumlah surat suara yang tidak sah. Khoirunnisa Agustyati dari Yayasan Perludem mengungkapkan bahwa sudah 26 kali uji materi diajukan ke MK terkait undang-undang pemilu.

Di tahun 2020, rencana revisi Undang-Undang Pemilu terhenti akibat pandemi COVID-19. Namun, kini perhatian kembali terfokus pada isu revisi ini, dengan beberapa organisasi masyarakat sipil, seperti Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), mendorong agar ada pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah.

Baca Juga:
Mendagri Dukung Rencana Revisi UU Sistem Politik dengan Metode Omnibus Law
 

Memperbaiki Politik Uang
 

Salah satu tantangan besar dalam pemilu adalah politik uang. Banyak pemilih, baik di tingkat daerah maupun nasional, terjebak dalam praktik ini. Masalah biaya tinggi untuk menjadi peserta pemilu juga menghalangi banyak orang, terutama perempuan, untuk terlibat dalam politik.

Mantan Ketua MPR, Bambang Soesatyo, dan Anggota DPR RI, Muslim Ayub, memberikan gambaran nyata tentang biaya pemilu yang tinggi dan pengaruhnya terhadap proses demokrasi. Dalam hal ini, penerapan sistem pemungutan suara elektronik atau e-Voting dapat menjadi solusi untuk mengurangi masalah ini.

Harapan untuk Sistem Pemilu yang Lebih Baik
 

Apapun bentuk revisi yang akan dihasilkan oleh DPR RI, diharapkan dapat memperbaiki sistem pemilu di Indonesia. Penegakan demokrasi yang lebih substantif harus menjadi tujuan utama, sehingga tantangan-tantangan yang ada, seperti konflik dan gugatan terhadap hasil pemilu, dapat diminimalkan.

Dengan melakukan pembaruan terhadap undang-undang pemilu, diharapkan Indonesia dapat mengoptimalkan pelaksanaan demokrasi dan menciptakan lingkungan politik yang lebih sehat dan berkeadilan.

Penulis :
Ahmad Ryansyah
Editor :
Ahmad Ryansyah