Pantau – Eks pimpinan KPK, Saut Situmorang menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK menunjukkan lembaga tersebut semakin politis.
Pasalnya, ia menilai, lamanya masa jabatan pimpinan KPK ini sama dengan periodisasi keputusan politik.
“Ini menunjukkan bahwa lembaga ini semakin politik, sudah jelas kan,” kata Saut saat dihubungi, Kamis (25/5/2023).
Saut mengatakan, dalam mengajukan permohonan judicial review (JR) ke MK, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menggunakan alasan periodisasi politik.
Baca Juga: Demokrat Kritik Keras Putusan MK Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK
Begitu juga saat memutuskan mengabulkan permohonan Ghufron, MK menggunakan alasan politik, yakni KPK dinilai bisa dipilih dua kali oleh presiden dan DPR karena sistem perekrutan dalam jangka waktu 4 tahunan.
“Jadi, alasannya selalu politik kan, kan dia minta alasannya selalu politik kan, termasuk si MK-nya juga alasannya politik,” ujar Saut.
Saut berpendapat, persoalan terkait nasib KPK merupakan keputusan besar. Apalagi, KPK saat ini sudah menjadi bagian dari pemerintah.
“KPK ini kan sudah bagiannya pemerintah, KPK itu sudah politik pemerintahan yang sudah berjalan, itu sudah pasti,” lanjutnya.
Saut bahkan menduga putusan MK itu didahului koordinasi mengingat persoalan KPK merupakan keputusan besar. Ia menilai, keputusan MK memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK merupakan keinginan politik pemerintah.
Baca Juga: Soal Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK, Febri Diansyah Soroti Dissenting Opinion Hakim MK
“Itu sudah jelas politik itu, enggak mungkin, mereka juga sudah koordinasi,” kata Saut.
Sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan atas gugatan yang diajukan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron terkait Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai, sistem perekrutan pimpinan KPK dengan jangka waktu 4 tahunan membuat kinerja pimpinan KPK dinilai dua kali oleh presiden dan DPR.
MK menganggap penilaian dua kali itu bisa mengancam independensi KPK. Sebab, presiden maupun DPR berwenang melakukan seleksi atau rekrutmen dua kali dalam periode atau masa jabatannya.