
Pantau.com - Perang dagang yang semakin meningkat antara Amerika dan Turki, dipicu penahanan Pendeta Amerika, sudah berdampak ke ekonomi global.
Anjloknya nilai lira Turki ditambah inflasi dan ancaman gagal bayar, mengancam menyeret negara-negara lain, terutama yang ekonominya sedang muncul.
Masalah Turki berdampak pula ke negara-negara sejauh Argentina dan Indonesia dan membebani nilai mata uang Asia serta memicu fluktuasi mata uang di seluruh dunia.
Dikutip VoA, pasar global bergejolak pekan ini. Pada akhir pekan lalu (Jumat, 17 Agustus 2018), pasar saham ditutup melemah di Eropa dan bervariasi di Asia, di mana negara yang ekonominya sedang muncul seperti India dan Indonesia, sangat rentan terhadap dampak ekonomi Turki yang tertatih-tatih.
Baca juga: Tak Hanya Barang Impor, Ini yang Terjadi Jika Mata Uang Anjlok Terus
Amerika mengancam akan menerapkan sanksi baru tambahan terhadap Turki jika pastor Amerika yang ditahan, Andrew Brunson, tidak dibebaskan. Tetapi, juru bicara Departemen Luar Negeri Heather Nauert menegaskan, Amerika tidak bisa disalahkan atas apa yang terjadi pada ekonomi Turki.
"Situasi keuangan Turki sudah cukup lama tidak stabil. Dan itu terjadi sebelum penerapan sanksi, saya yakin, pada 1 Agustus," kata Nauert.
Analis setuju masalah ekonomi Turki jauh lebih parah, dan terjadi sebelum perseteruan saat ini antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Amerika Donald Trump.
"Perekonomian Turki secara struktural tidak sehat karena sangat bergantung pada pertumbuhan yang cepat, kredit murah, proyek-proyek dalam sektor konstruksi, dan yang paling berbahaya, sangat terbebani utang luar negeri, terutama dolar. Jadi, dengan depresiasi yang sejauh ini kita lihat, lira terhadap dolar tahun ini sudah 40 persen, situasinya jauh lebih rumit dan mahal bagi Turki untuk bisa membayar kembali utang-utang itu," kata Amanda Sloat, pada Brookings Institution.
Investor secara hati-hati mengamati hubungan antara Turki dan negara-negara Asia-Pasifik, yang tercakup dalam 20 sumber impor Turki, yang dipimpin China.
Baca juga: Bukan Tiba-tiba, Ini Penyebab Terjadinya Krisis Turki
James Bevan, ketua urusan investasi CCLA mengatakan, negara-negara lainnya tak perlu khawatir terhadap krisis di Turki. Saat ini tidak sama seperti krisis tahun 1990an, diman beimbas negara-negara yang disebut Macan Asia.
"Jadi, menurut saya, syarat kredit dan likuiditas global yang semakin ketat akan merusak pasar negara-negara yang ekonominya sedang muncul karena mereka termasuk paling diuntungkan dari kredit global dan aliran dana dalam beberapa tahun ini," ungkapnya.
Namun, secara keseluruhan analis tetap sangat prihatin atas ekonomi Turki, terutama apakah perusahaan Turki akan bisa membayar utang atau tidak.
- Penulis :
- Nani Suherni