HOME  ⁄  Ekonomi

Jika PPN 12% Berlaku, Menkeu Gelontorkan Rp265,6 Triliun di 2025

Oleh Wulandari Pramesti
SHARE   :

Jika PPN 12% Berlaku, Menkeu Gelontorkan Rp265,6 Triliun di 2025
Foto: Jika PPN 12% Berlaku, Menkeu Gelontorkan Rp265,6 Triliun di 2025

Pantau - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku tengah menghitung dampak dari rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang hanya dikenakan untuk barang mewah.

Sri Mulyani memperkirakan kenaikan PPN jadi 12 persen akan menghilangkan pendapatan negara sebanyak Rp265,6 triliun di tahun 2025.

“Karena sekarang juga ada wacana untuk PPN kenaikan yang 12 persen hanya untuk barang mewah, kami sedang menghitung dan menyiapkan,” ujar Sri Mulyani. 

Baca juga: PPN 12 Persen Tetap Berlaku 1 Januari 2025 Usai Tuai Banyak Polemik

Kebijakan ini diambil untuk memberikan manfaat kepada berbagai sektor masyarakat, dari bahan pokok hingga jasa strategis, dan menyesuaikan dengan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen.

“Kalau kita lihat tahun depan Rp 265,6 triliun untuk pembebasan PPN saja itu kenaikannya cukup tajam dibandingkan dua tahun terakhir atau bahkan lima tahun terakhir. Berbagai program pemerintah sebetulnya dalam hal ini dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani menjelaskan, salah satu fokus insentif adalah pembebasan PPN untuk bahan makanan. Dalam hal ini, bahan makanan tidak akan dikenakan PPN.

Baca juga: Soal Kenaikan PPN 12%, Mobil Bekas Ikut Kena Dampak Kenaikan Harga

"PPN yang dibebaskan untuk bahan makanan, artinya bahan makanan bahkan tidak membayar 10 persen atau naik waktu itu 11 persen atau akan naik ke 12. Mereka PPN-nya 0 persen, dan nilai PPN-nya adalah Rp 77,1 triliun, itu pemerintah yang menanggung," ujarnya.

Rincian tersebut mencakup kebutuhan pokok seperti beras, jagung, kedelai, gula, susu segar, kacang-kacangan, unggas, dan lainnya sebesar Rp 50,5 triliun. Serta hasil perikanan dan kelautan sebesar Rp 26,6 triliun.

Sri Mulyani menekankan, pemerintah juga memberikan insentif pajak untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Total insentif untuk UMKM mencapai Rp61,2 triliun. Mayoritas barang dagangan di warung-warung kecil juga tidak dikenakan PPN, memberikan dampak langsung kepada masyarakat.

Baca juga: PPN 12 Persen atas Barang Mewah bakal Diatur Lewat PP

"Untuk UMKM, PPN dengan omzet usahanya Rp 4,8 miliar per tahun, dia hanya dikenakan 0,5 persen final. Dan untuk UMKM ini, teman-teman media, saya ulang ya, kalau omzetnya belum mencapai Rp 500 juta tidak membayar PPh. Jadi dia tidak bayar PPh, dia tidak bayar PPN," ungkapnya.

Sektor transportasi juga mendapatkan perhatian dengan total insentif PPN Rp 34,4 triliun. Anggaran ini mencakup pembebasan PPN untuk jasa angkutan umum sebesar Rp 23,4 triliun, freight forward dengan tarif khusus Rp 7,4 triliun, dan pengiriman paket Rp 2,6 triliun.

Selain itu, jasa pendidikan dan kesehatan tetap dibebaskan dari PPN, dengan masing-masing nilai insentif sebesar Rp 26 triliun dan Rp 4,3 triliun. 

"Mau yang biaya sekolahnya Rp 0 sampai yang biaya sekolahnya ratusan juta, ini selama ini tidak terkena PPN," tegas Sri Mulyani.

Baca juga: Banggar DPR: Kenaikan PPN Jadi 12 Persen untuk Ekonomi Berkelanjutan

Jasa keuangan dan asuransi mendapat insentif PPN Rp 27,9 triliun. Sektor otomotif mendapatkan Rp 11,4 triliun untuk mendukung permintaan dan industri, sementara sektor properti menerima PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar Rp 2,1 triliun.

Barang strategis seperti listrik dan air bersih juga dibebaskan dari PPN. "Untuk listrik tadi yang di bawah 6,600 VA, PPN yang dibebaskan nilainya mencapai Rp 12,1 triliun. Sedangkan air bersih juga tidak membayar PPN sebesar Rp 2 triliun," jelas Sri Mulyani.

Pemerintah juga memberikan insentif perpajakan untuk kawasan industri dengan tujuan menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan manufaktur. Kawasan bebas serta jasa keagamaan dan pelayanan sosial juga mendapatkan pembebasan PPN.

Baca juga: Kebijakan Selektif PPN 12 Persen Dinilai Membingungkan

Penulis :
Wulandari Pramesti