
Pantau - Para ekonom menilai industri kehutanan Indonesia perlu segera dibenahi agar dapat kembali berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional, setelah selama bertahun-tahun mengalami penurunan kinerja yang drastis.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyebut sektor kehutanan saat ini menghadapi tantangan serius, bahkan dianggap sebagai sunset industry karena kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus menyusut.
"Kontribusi industri kehutanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) turun drastis dari 0,7 persen menjadi hanya 0,36 persen," ujarnya dalam diskusi "Ketelusuran Industri Kayu Indonesia: Tantangan dan Solusi".
Menurut Huda, minat investasi di sektor kehutanan sangat rendah, dengan porsi investasi domestik hanya sekitar 1 persen dan investasi asing hanya 0,02 persen.
Produksi Kayu Naik, Pengolahan Melemah, Regulasi Justru Menghambat
Meskipun produksi kayu mengalami peningkatan, industri pengolahan seperti gergajian dan kayu lapis justru mengalami penurunan.
Kinerja ekspor pun terus melemah dalam empat tahun terakhir, yang menunjukkan bahwa peningkatan produksi belum mampu menggerakkan sektor hilir dan pasar global.
Prof. Sudarsono Sudomo dari IPB mengkritik sejumlah regulasi yang dinilai lebih membebani daripada memberikan manfaat nyata, terutama bagi petani dan pelaku usaha kecil.
"Setiap aturan hampir pasti menimbulkan cost. Kalau manfaatnya lebih besar dari beban, tentu bisa diterima. Tapi dalam kenyataannya, aturan seringkali lebih mahal daripada manfaatnya," tegasnya.
Ia mencontohkan implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang belum dirasakan manfaatnya oleh petani maupun pengusaha kecil.
Rata-rata petani hanya mengurus SVLK jika ada bantuan, bahkan banyak yang tidak mengetahui keberadaan sertifikat tersebut.
Data menunjukkan sejak 1990 hingga 2023, jumlah perusahaan, luas areal, dan produksi kayu terus menurun; dari 600 unit usaha hutan alam kini hanya tersisa sekitar 250 perusahaan aktif.
Perlu Strategi Penanaman, Pengembangan Hutan Desa, dan Sinergi Antar-Kementerian
Pengamat kehutanan Petrus Gunarso menyoroti mahalnya biaya investasi di sektor kehutanan akibat rumitnya regulasi dan minimnya jaminan keamanan investasi.
Ia juga mengkritisi kebijakan Kementerian Kehutanan yang lebih menitikberatkan pada aktivitas panen kayu ketimbang strategi penanaman hutan produksi.
"Saat ini dari 34 juta hektar hutan produksi sudah habis tinggal lahannya," ujar Petrus.
Ia mendorong pengembangan hutan desa dengan memberdayakan masyarakat lokal untuk menanam pohon sesuai potensi daerah, sebagai bagian dari program social forestry.
Menurutnya, sinergi antara Kementerian Kehutanan dan Kementerian Desa serta Pembangunan Daerah Tertinggal sangat diperlukan untuk membangkitkan industri kehutanan nasional.
"Kalau mau ada investasi di sektor kehutanan harus ada kerjasama. Dalam 20 tahun industri kehutanan bisa bangkit kalau ada yang menanam," pungkasnya.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Aditya Yohan