Tampilan mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Daya Saing Indonesia Turun, Target Ekonomi 8 Persen Terancam Jadi Mimpi

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Daya Saing Indonesia Turun, Target Ekonomi 8 Persen Terancam Jadi Mimpi
Foto: (Sumber: Pelaku usaha merapikan produk kue dalam kemasan yang tersertifikasi halal saat pameran UMKM di Stadion Maulana Yusuf, Kota Serang, Banten, Jumat (8/8/2025). )

Pantau - Puluhan ribu pekerjaan hilang, industri lokal tertekan, dan target pertumbuhan ekonomi delapan persen per tahun tampak seperti mimpi di atas kertas. Target ambisius Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa kini diuji: apakah Indonesia mampu menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2045 jika daya saing industri terus melemah.

Dalam laporan IMD World Competitiveness Ranking 2025, posisi Indonesia turun drastis dari peringkat 27 menjadi 40 dari total 69 negara. Di kawasan ASEAN, Indonesia kini tertinggal dari Singapura dan Thailand.

Dari “East Asian Miracle” ke Krisis Daya Saing

Penurunan peringkat tersebut menjadi peringatan serius bahwa pengawasan terhadap kualitas produk dan regulasi industri harus diprioritaskan.

Sejarah mencatat, industrialisasi Indonesia pernah berada di jalur kuat. Menurut Bank Dunia, pada dekade 1980–1990-an, kontribusi manufaktur terhadap PDB naik dari 13 persen menjadi 27 persen. Saat itu, Indonesia masuk dalam kelompok East Asian Miracle.

Namun krisis 1997 memutus jalur tersebut. Liberalisasi ekonomi yang didorong IMF menggeser fokus pembangunan dari manufaktur ke ekspor komoditas mentah.

Badan Pusat Statistik mencatat, sejak awal 2000-an, kontribusi manufaktur terhadap PDB justru menurun hingga hanya 18 persen pada 2022.

Hilirisasi Bukan Tujuan Akhir

Pemerintah kini mendorong hilirisasi, antara lain dengan melarang ekspor bijih nikel sejak 2020. Subsektor logam dasar bahkan tumbuh hingga 14 persen per tahun.

Namun, hilirisasi membawa konsekuensi sosial dan lingkungan: pekerja lokal tersisih, kecelakaan kerja berulang, kerusakan ekosistem, serta keuntungan yang lebih banyak dinikmati segelintir oligarki.

Hilirisasi, menurut pengamat, tidak boleh menjadi tujuan akhir, melainkan titik awal menuju industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan.

Pentingnya Standarisasi dan Regulasi Berpihak

Standar kualitas harus menjadi instrumen strategis, bukan sekadar aturan administratif. Dengan standar yang tepat, daya saing Indonesia bisa diperkuat dalam persaingan global.

Partisipasi masyarakat dan asosiasi industri dibutuhkan untuk memperkuat ekosistem pengawasan. Produk bersertifikat halal dan berstandar SNI terbukti meningkatkan daya saing UMK di pasar internasional.

Saat ini, standar halal juga telah diakui sebagai standar global yang merepresentasikan kualitas produk.

Pemerintah bersama pelaku usaha didorong untuk menyelaraskan standar nasional dengan standar internasional agar produk Indonesia mampu diterima di pasar dunia, termasuk memperkuat industrialisasi hijau dalam kerangka pembangunan berkelanjutan.

Jalan Panjang Menuju Indonesia 2045

Perbaikan daya saing nasional harus berakar pada regulasi yang berpihak pada rakyat, industri, dan lingkungan. Jika tidak dilakukan, target pertumbuhan ekonomi delapan persen dan cita-cita menjadi negara maju pada 2045 akan semakin sulit dicapai.

Penulis :
Ahmad Yusuf