
Pantau - Pengamat hukum Hema Simanjuntak menilai putusan hakim memvonis mati Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Yosua Hutabarat kemarin masih bisa dilakukan upaya hukum.
"Mulai dari banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA)," ujarnya kepada Pantau.com, Selasa (14/2/2023).
Hema menyebut, KUHP baru yang sedianya berlaku pada 2026 nanti, menjadi peluang bagi para pihak yang kontra hukuman mati dengan adanya harapan pengubahan hukuman selaras dengan pengubahan sikap selama masa penantian vonis mati itu.
"Bagi saya yang kontra hukuman mati, inj hal yang baik. Namun bagi pihak yang mendukung, tentunya ini akan menjadi salah satu peluang yang bisa saja mengecewakan mereka," kata Hema.
Menurut Hema, vonis mati jika memang tetap diperkuat Pengadilan Tinggi dan MA setelah upaya hukum itu diambil tidak serta merta langsung dihapus.
"Tapi ada peluang berubah," sebutnya.
Adapun hukuman mati dalam KUHP Nasional diatur dalam Pasal 100 Ayat (1) yang menyatakan, hakim bisa memvonis mati terdakwa dengan masa percobaan 10 tahun dengan mempertimbangkan 3 hal.
Beberapa yang dipertimbangkan itu adalah rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri, peran terdakwa dalam tindak pidana, atau alasan yang meringankan.
Artinya, KUHP baru mengatur bahwa terpidana hukuman mati tidak bisa langsung dieksekusi. Mereka memiliki hak untuk menjalani masa percobaan selama 10 tahun.
“Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan,” sebagaimana dikutip dari KUHP Nasional.
Pasal 100 ini juga menyatakan bahwa masa percobaan dimulai 1 hari setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Jika selama menjalani masa percobaan terpidana menunjukkan sikap terpuji, maka pidana mati bisa diubah menjadi hukuman seumur hidup dengan Keputusan Presiden (Keppres) setelah mendapatkan pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA).
Kemudian, jika selama menjalani masa percobaan itu terpidana tidak menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, maka ia akan dieksekusi.
“Pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung,” sebagaimana dikutip dari Ayat (5) Pasal 100 tersebut.
Lebih lanjut, Pasal 101 KUHP Nasional menyatakan, jika permohonan grasi terpidana mati ditolak presiden, dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, pidana mati bisa diubah menjadi pidana seumur hidup dengan Keputusan Presiden.
"Mulai dari banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA)," ujarnya kepada Pantau.com, Selasa (14/2/2023).
Hema menyebut, KUHP baru yang sedianya berlaku pada 2026 nanti, menjadi peluang bagi para pihak yang kontra hukuman mati dengan adanya harapan pengubahan hukuman selaras dengan pengubahan sikap selama masa penantian vonis mati itu.
"Bagi saya yang kontra hukuman mati, inj hal yang baik. Namun bagi pihak yang mendukung, tentunya ini akan menjadi salah satu peluang yang bisa saja mengecewakan mereka," kata Hema.
Menurut Hema, vonis mati jika memang tetap diperkuat Pengadilan Tinggi dan MA setelah upaya hukum itu diambil tidak serta merta langsung dihapus.
"Tapi ada peluang berubah," sebutnya.
Ketentuan Vonis Mati dalam KUHP Baru
Adapun hukuman mati dalam KUHP Nasional diatur dalam Pasal 100 Ayat (1) yang menyatakan, hakim bisa memvonis mati terdakwa dengan masa percobaan 10 tahun dengan mempertimbangkan 3 hal.
Beberapa yang dipertimbangkan itu adalah rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri, peran terdakwa dalam tindak pidana, atau alasan yang meringankan.
Artinya, KUHP baru mengatur bahwa terpidana hukuman mati tidak bisa langsung dieksekusi. Mereka memiliki hak untuk menjalani masa percobaan selama 10 tahun.
“Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan,” sebagaimana dikutip dari KUHP Nasional.
Pasal 100 ini juga menyatakan bahwa masa percobaan dimulai 1 hari setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Jika selama menjalani masa percobaan terpidana menunjukkan sikap terpuji, maka pidana mati bisa diubah menjadi hukuman seumur hidup dengan Keputusan Presiden (Keppres) setelah mendapatkan pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA).
Kemudian, jika selama menjalani masa percobaan itu terpidana tidak menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, maka ia akan dieksekusi.
“Pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung,” sebagaimana dikutip dari Ayat (5) Pasal 100 tersebut.
Lebih lanjut, Pasal 101 KUHP Nasional menyatakan, jika permohonan grasi terpidana mati ditolak presiden, dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, pidana mati bisa diubah menjadi pidana seumur hidup dengan Keputusan Presiden.
- Penulis :
- khaliedmalvino