Pantau Flash
HOME  ⁄  Hukum

Gembong Mafia Minyak di Balik Kasus Korupsi Pertamina Rp193,7 T

Oleh Ahmad Munjin
SHARE   :

Gembong Mafia Minyak di Balik Kasus Korupsi Pertamina Rp193,7 T
Foto: Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, (MAKI)

Pantau - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bersama LP3HI dan ARUKKI mendaftarkan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terkuaklah gembong mafia yang bakal kembali masuk dan ingin menguasai bisnis minyak di balik gencarnya pemberantasan korupsi Pertamina oleh Kejaksaan Agung.

Menurut Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, dia bernama Widodo Ratanachaitong, pemilik TIS Petroleum (Asia) Pte Ltd dan Kernel Oil Pte Ltd, yang menjadi aktor intelektual suap dan kolusi di sektor migas. 

MAKI menggugat praperadilan KPK terkait mangkraknya penanganan kasus korupsi di SKK Migas dan PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral).

Boyamin menegaskan, KPK harus bertindak tegas dalam menuntaskan kasus ini. 

Widodo Ratanachaitong, pemilik TIS Petroleum (Asia) Pte Ltd dan Kernel Oil Pte Ltd, (Sumber: MAKI)

“Widodo bukan nama baru dalam skandal migas. Dia sudah disebut dalam kasus suap SKK Migas, tetapi sampai sekarang belum pernah dijadikan tersangka. Ini menimbulkan pertanyaan besar, ada apa dengan KPK?" kata Boyamin dalam keterangannya di Jakarta, Senin (17/3/2025).

Baca juga: IPW Duga Penyidik Pidsus Kejagung Ubah Arah Perkara dalam Korupsi Pertamina

Salah satu gugatan MAKI berkaitan dengan kasus suap yang menyeret mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini. Rudi tertangkap tangan menerima suap 900 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura dari Kernel Oil Pte Ltd (KOPL), yang diwakili oleh Simon Gunawan Tanjaya, pada 13 Agustus 2013. 

Persidangan kasus suap mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini tahun 2014. (Sumber: MAKI)

Pengadilan Tipikor Jakarta kemudian menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara kepada Rudi pada April 2014.

Namun, hingga kini Widodo Ratanachaitong, pemilik Kernel Oil, belum pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Meskipun namanya jelas disebut sebagai pelaku utama dalam surat dakwaan dan pertimbangan putusan hakim dengan terdakwa mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.

"Kami mendesak KPK segera menetapkan Widodo sebagai tersangka. Jangan sampai pelaku utama pemberi suap dibiarkan bebas sementara penerima suap sudah dihukum bertahun-tahun," tegas Boyamin.

Baca juga: Golkar Bantah Keterlibatan Bahlil Lahadalia dalam Kasus Korupsi Pertamina

Selain kasus di SKK Migas, Widodo juga diduga menjalankan skema korupsi melalui TIS Petroleum (Asia) Pte Ltd, sebuah perusahaan yang secara formal dimiliki oleh Ivan Handojo. Tetapi, itu sebenarnya dikendalikan oleh Widodo Ratanachaitong.

TIS Petroleum dan Dugaan Kolusi di Sektor Migas

TIS Petroleum diduga menyuap pejabat di sebuah perusahaan daerah di Riau agar mendapatkan hak eksklusif atas minyak mentah Minas tanpa melalui tender terbuka. 

Pada 2024, TIS memperoleh minyak mentah Minas dari BSP meskipun perusahaan ini gagal memenuhi kewajibannya, seperti menerbitkan letter of credit (LC) untuk pembayaran kargo November dan Desember 2024. 

TIS bahkan sempat terlambat sembilan hari dalam pembayaran kargo Desember, tetapi tetap mendapatkan kontrak untuk 2025 tanpa melalui tender. 

Baca juga: Korupsi Pertamina Rp1 Kuadriliun, Golkar Bela Bahlil

TIS mengalami kesulitan keuangan, tetapi tetap mendapatkan kontrak. Ini tidak masuk akal kecuali ada permainan uang di belakang layar.

TIS juga diduga menjalankan skema serupa dengan PT Saka Energy, anak usaha PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Saka memberikan kontrak jangka panjang tiga tahun (2023-2025) kepada TIS tanpa tender tahunan. 

Pada 2024, TIS gagal membayar uang muka sebesar 31 juta dolar AS kepada Saka, tetapi tetap mendapatkan fasilitas akun terbuka, sesuatu yang sangat jarang diberikan kepada perusahaan kecil dengan kondisi keuangan tidak sehat. Ini mengindikasikan adanya kolusi. 

Negara diduga dirugikan karena kilang Pertamina tidak bisa membeli minyak domestik murah, melainkan harus impor minyak yang jauh lebih mahal.

Baca juga: Sahroni Dukung Kejagung Usut Korupsi Pertamina

Kasus Praperadilan Petral: Dugaan Suap yang Tak Kunjung Tuntas

Gugatan praperadilan kedua yang diajukan MAKI berkaitan dengan kasus dugaan korupsi di PT Petral. Pada 2014, Satgas Anti-Mafia Migas yang dipimpin Faisal Basri menemukan adanya kecurangan dalam pengadaan minyak melalui perusahaan asing. 

Salah satu indikasi kecurangan adalah kemenangan Maldives NOC Ltd dalam tender, padahal perusahaan ini tidak memiliki sumber minyak sendiri dan diduga hanya berperan sebagai perantara fiktif.

KPK mulai menyelidiki kasus ini sejak Juni 2014, tetapi baru pada September 2019 menetapkan Bambang Irianto, Managing Director Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES), sebagai tersangka. 

Bambang diduga menerima suap 2,9 juta dolar AS melalui rekening SIAM Group Holding Ltd.

Baca juga: Kasus Korupsi Pertamina, Legislator Desak Audit Total BUMN Migas

"Kasus ini terlalu lama dibiarkan tanpa kejelasan. Apakah hanya satu orang yang bertanggung jawab? Kami mendesak KPK untuk mengusut pihak lain yang ikut bermain, termasuk kemungkinan adanya jaringan yang lebih luas," ungkap Boyamin.

Desakan kepada KPK

Melalui gugatan praperadilan ini, MAKI Cs meminta KPK untuk segera: pertama, menetapkan Widodo Ratanachaitong sebagai tersangka dalam kasus suap SKK Migas. 

Kedua, mengusut dugaan suap yang dilakukan TIS Petroleum terhadap pejabat BSP dan Saka Energy.

Ketiga, menelusuri aliran dana dan dugaan kolusi antara TIS, BSP, Saka, dan Kilang Pertamina Internasional. 

Baca juga: Jaksa Agung: Nama Gita Wirjawan Tak ada Dalam Korupsi Pertamina

Keempat, mengembangkan penyidikan kasus Petral agar tidak berhenti hanya pada satu tersangka.

"KPK tidak boleh diam. Kalau mereka tidak segera bertindak, ini bisa menjadi skandal korupsi migas terbesar yang berdampak langsung pada keuangan negara," tegas Boyamin. 

Lebih jauh, Boyamin Saiman menyatakan, jangan sampai KPK kalah agresif dibandingkan Kejaksaan Agung dalam menindak kasus besar di sektor migas. 

“Jika Kejagung bisa menangani kasus di Pertamina, KPK juga harus menunjukkan keberaniannya," pungkas Boyamin. 

Asal tahu saja, sidang praperadilan terkait gugatan ini dijadwalkan berlangsung mulai Selasa, 18 Maret 2025, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Penulis :
Ahmad Munjin