
Pantau - Media Barat, terutama media arus utama, menghadapi kritik tajam terkait liputan mereka selama kampanye militer Israel di Jalur Gaza.
Banyak pihak menyoroti adanya bias dan penyajian yang menyesatkan, yang memperkuat narasi keamanan Israel dan meremehkan dampak serangan terhadap warga Palestina.
Menurut Assal Rad, seorang sejarawan, bias ini bukan fenomena baru, melainkan bagian dari pola lama yang menggambarkan aksi militer Israel dengan cara yang mengaburkan dampaknya terhadap Palestina.
BACA JUGA: Jurnalis Jerman Serukan Perlindungan Pekerja Media di Gaza
Rad menjelaskan bahwa media sering meminimalkan korban di pihak Palestina sambil memperkuat narasi Israel sebagai korban.
Peran Media dalam Pembentukan Persepsi Publik
Rad menyoroti bagaimana media Barat telah berperan dalam membentuk pandangan publik terhadap konflik ini, dengan mencerminkan narasi yang didorong oleh pemerintah Amerika Serikat dan Israel.
Menurutnya, media sering kali menjadi alat penyebar propaganda yang membenarkan aksi militer Israel, bahkan hingga tuduhan genosida di Gaza.
Standar Ganda dalam Pemberitaan
Rad menambahkan bahwa media sering menggunakan standar ganda dalam melaporkan korban konflik. Misalnya, ketika Israel melancarkan serangan yang menewaskan warga sipil, laporan sering kali menyebutkan bahwa serangan tersebut ditujukan kepada Hamas atau Hizbullah, tanpa mempertanyakan legitimasi atau konsekuensi dari aksi tersebut.
BACA JUGA: 36 Jurnalis Palestina di Gaza Masih Ditahan Israel sejak 7 Oktober 2023
Sebaliknya, korban Palestina sering kali disebutkan dengan referensi yang meragukan, seperti dari otoritas Palestina atau sumber kesehatan lokal.
Bahasa yang Menyesatkan
Rad juga menyoroti penggunaan bahasa dalam pemberitaan yang secara halus menghapus tanggung jawab Israel atas jatuhnya korban sipil.
Dia memberikan contoh bahwa ketika tentara Israel terlibat dalam kekerasan terhadap warga Palestina, berita cenderung dibingkai seolah-olah kekerasan tersebut terjadi sebagai bagian dari operasi militer yang sah.
BACA JUGA: Turki Tuduh Israel Tutupi Serangan terhadap Jurnalis TRT
Normalisasi Kekerasan dan Dehumanisasi
Menurut Rad, media Barat sering kali tidak secara langsung menyebut Israel sebagai pelaku kekerasan dalam kasus kematian warga sipil Palestina.
Hal ini, menurutnya, menciptakan dehumanisasi warga Palestina, yang digambarkan tanpa nama atau cerita pribadi. Sementara itu, korban di pihak Israel sering kali diberikan profil mendalam yang membangun simpati.
Jurnalisme Independen dan Media Sosial
Salah satu perbedaan utama dalam konflik saat ini, menurut Rad, adalah peran jurnalisme independen dan media sosial. Rekaman langsung dari jurnalis Palestina di lapangan memberikan perspektif yang tidak disaring, menantang narasi yang didorong oleh media arus utama Barat.
BACA JUGA: Jurnalis Palestina Sebarkan Video Dugaan Kejahatan Israel di Gaza
Namun, tantangan besar masih ada, karena informasi dari media sosial belum sepenuhnya menjangkau audiens yang lebih luas di Barat, yang masih bergantung pada media arus utama.
Tanggung Jawab Media
Rad menyimpulkan bahwa institusi media memiliki tanggung jawab besar dalam penyajian informasi yang adil dan objektif. Dia menyebutkan bahwa wartawan sering kali bekerja di bawah batasan editorial, dan institusi media besar seperti The New York Times telah diketahui menginstruksikan wartawan untuk tidak menggunakan istilah seperti "pendudukan" atau "genosida," yang mencerminkan narasi politik yang mendukung Israel.
BACA JUGA: Keji! Jurnalis Israel Dukung Tentara Zionis Perkosa Tahanan Israel
Selama media terus menyelaraskan narasi mereka dengan kepentingan politik Amerika Serikat dan Israel, Rad memperingatkan bahwa keadilan bagi Palestina akan sulit tercapai. (Anadolu)
- Penulis :
- Khalied Malvino