
Pantau - Pascarezim Bashar al-Assad jatuh di Suriah, komunitas internasional menghadapi tantangan besar untuk menuntut pertanggungjawaban Assad dan pemerintahannya atas berbagai kejahatan yang dilakukan selama perang saudara berkepanjangan di negara tersebut.
Mengutip Anadolu, Senin (23/12/2024), para ahli hukum kini menjajaki berbagai jalur untuk menegakkan keadilan, termasuk merekomendasikan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengikuti model yurisdiksi universal seperti kasus Bangladesh-Myanmar.
Kejahatan Rezim Assad dan Peluang Pengadilan
Bashar al-Assad, yang memerintah Suriah selama hampir seperempat abad, melarikan diri ke Rusia pada Minggu (8/12/2024) setelah pasukan anti-rezim merebut ibu kota Damaskus.
Rezimnya dituduh melakukan berbagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM), termasuk penyiksaan dan pembunuhan massal. Kelompok seperti Jaringan Hak Asasi Manusia Suriah (SNHR) mencatat lebih dari 200.000 kematian di bawah perintah Assad.
Baca juga:
- Pasukan Israel Rebut Dua Desa di Daraa, Tembaki Pengunjuk Rasa
- Erdogan Tegaskan Dukungan Turki untuk Transisi Suriah dan Stabilitas Regional
Meskipun Suriah bukan penandatangan Statuta Roma ICC, para ahli menyatakan keadilan dapat dicapai melalui jalur yurisdiksi seperti dalam kasus Rohingya di Myanmar dan Bangladesh.
Jalur ini memungkinkan ICC menyelidiki kejahatan yang berdampak pada negara anggota ICC, seperti Yordania, yang menjadi tujuan pengungsi Suriah akibat konflik.
Peran Yurisdiksi Universal
Proses hukum berbasis yurisdiksi universal juga menjadi opsi yang lebih praktis. Beberapa negara Eropa, seperti Jerman, telah mengajukan kasus terhadap pejabat Suriah atas dasar yurisdiksi ini.
Sebagai contoh, Pengadilan Koblenz di Jerman menghukum mantan pejabat intelijen Suriah atas kejahatan terhadap kemanusiaan.
Baca juga:
- Presiden Prabowo Serukan Persatuan Negara Muslim di KTT D-8 Kairo
- Putin: Jatuhnya Assad Bukan Kekalahan bagi Rusia
Pengumpulan bukti oleh Mekanisme Internasional, Tidak Memihak, dan Independen PBB (IIIM) telah memfasilitasi proses ini, dengan mempersiapkan dokumen dan data untuk mendukung pengadilan di masa depan.
Jalan Lain Menuju Keadilan
Pakar hukum Yousuf Syed Khan menjelaskan, Dewan Keamanan PBB secara teori dapat merujuk kasus Suriah ke ICC. Namun, langkah ini terkendala veto dari Rusia dan China.
Pilihan lainnya adalah membentuk pengadilan ad hoc, seperti yang pernah dilakukan untuk Yugoslavia dan Rwanda, meskipun ini membutuhkan kemauan politik internasional yang signifikan.
Sayed Khan menegaskan pentingnya pengumpulan bukti secara forensik, terutama setelah akses ke lokasi-lokasi penting seperti penjara, dokumen, dan kuburan massal terbuka pasca kejatuhan rezim Assad.
Baca juga:
- Tegas! Iran Dukung Kedaulatan Suriah, Tolak Negara Jadi "Sarang Terorisme"
- Menlu Jerman Peringatkan Potensi Kekerasan Baru di Suriah Utara
Kejahatan Perang dan Pelanggaran HAM
Komisi Penyelidikan PBB untuk Suriah sejak 2011 telah mendokumentasikan berbagai kejahatan perang rezim Assad, termasuk pembunuhan, penyiksaan, kekerasan seksual, penggunaan senjata kimia, dan penghalangan bantuan kemanusiaan.
Temuan ini diperkuat lagi dengan bukti dari beragam kelompok korban, LSM, dan investigasi terbuka. Runtuhnya rezim Assad membuka peluang baru untuk menuntut keadilan bagi para korban kejahatan perang di Suriah.
Meski tantangan politik dan hukum masih besar, upaya berbasis yurisdiksi universal dan dukungan bukti dari berbagai pihak terus menjaga harapan akan tegaknya keadilan bagi Suriah.
- Penulis :
- Khalied Malvino