
Pantau - Pemerintah Thailand telah mendeportasi 40 warga negara China yang masuk ke negara tersebut secara ilegal. Langkah ini menuai kritik dari kelompok hak asasi manusia, yang khawatir bahwa mereka akan menghadapi perlakuan tidak manusiawi setelah kembali ke China.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, mengonfirmasi bahwa deportasi dilakukan pada 27 Februari 2025. "Pemulangan ini dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku di China dan Thailand, serta hukum internasional," kata Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing pada Kamis (27/2).
Meski demikian, kelompok hak asasi manusia mengkhawatirkan nasib para warga yang dideportasi, terutama karena di antara mereka terdapat etnis Uighur yang telah mencari perlindungan di Thailand sejak 2014. Otoritas Thailand sendiri telah menahan kelompok tersebut di Bangkok selama bertahun-tahun karena status imigrasi mereka yang tidak sah.
Menurut laporan dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), sebanyak 48 warga Uighur masih berada di pusat detensi Thailand, sementara 40 orang telah dipulangkan ke China pada Februari ini. UNHCR menyoroti bahwa deportasi ini bisa membahayakan mereka, mengingat adanya dugaan perlakuan diskriminatif dan penyiksaan terhadap etnis Uighur di China, khususnya di Xinjiang.
Baca Juga:
Malaysia Deportasi 133 WNI Usai Selesai Jalani Hukuman
"Kami mendesak Thailand untuk tidak melanjutkan pemulangan paksa ini, karena ada risiko tinggi penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi," ujar UNHCR dalam pernyataan resminya. Mereka juga mengungkapkan bahwa beberapa tahanan mengalami masalah kesehatan serius, termasuk diabetes, disfungsi ginjal, dan kelumpuhan tubuh bagian bawah, akibat kondisi penahanan yang buruk.
Thailand bukan negara yang menandatangani Konvensi Pengungsi 1951 dan tidak mengakui konsep suaka. Sebelumnya, pada tahun 2015, Thailand juga pernah mendeportasi sekitar 100 warga Uighur ke China, yang kemudian memicu kecaman internasional.
Pemerintah China, melalui Lin Jian, membantah adanya pelanggaran hak asasi manusia terhadap para warga yang dideportasi. "Semua warga China, termasuk etnis Uighur di Xinjiang, menikmati hak ekonomi, sosial, budaya, serta hak sipil dan politik secara penuh," tegasnya.
Namun, banyak pihak menilai bahwa pernyataan tersebut bertentangan dengan berbagai laporan internasional yang menyebutkan adanya penindasan sistematis terhadap etnis Uighur di China. Human Rights Watch dan Amnesty International telah berulang kali menuding pemerintah China melakukan pelanggaran HAM serius di Xinjiang, termasuk kamp-kamp interniran massal.
Dalam beberapa tahun terakhir, negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Thailand, menjadi tujuan bagi warga Uighur yang berusaha melarikan diri dari China. Banyak dari mereka menggunakan jalur penyelundupan manusia untuk mencari perlindungan di negara lain, namun sering kali menghadapi deportasi paksa seperti yang terjadi baru-baru ini.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah Thailand terkait kritik dan kecaman atas deportasi ini. Namun, pengamat menilai bahwa keputusan tersebut kemungkinan besar dipengaruhi oleh hubungan diplomatik yang erat antara Bangkok dan Beijing.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah