
Pantau - Berita menggegerkan datang dari seorang anak 19 tahun dengan inisial HOK dari Kota Batu, Jawa Timur lantaran aksi terorisme yang menimbulkan keresahan warga.
HOK diamankan oleh Satuan Khusus yang menangani kasus terorisme di Jalan Langsep, Kelurahan Sisir, Batu, Jawa Timur, pada Rabu (31/07). Penangkapan itu dilakukan saat dirinya sedang membuang beberapa barang bukti.
HOK berencana melakukan bom bunuh diri di 2 rumah peribadatan di Kota Malang. HOK terprovokasi propaganda Daulah Islamiyah yang dirinya lihat melalui grup berbayar di media sosial.
Berdasarkan pernyataan Aswin Juru Bicara Densus 88, melalui grup tersebut HOK menerima sejumlah video terkait propaganda ISIS dan Daulah Islamiyah. Tidak hanya itu, melalui grup tersebut HOK kerap kali menerima video-video yang menuangkan tayangan mengenai Eksekusi, Peperangan ISIS, bahkan terdapat baiat dan penjelasan yang menekankan bahwa tindakan ataupun aktivitas yang dilakukan ISIS sesuai dengan syariat.
Baca juga: Densus 88 Ungkap Daulah Islamiyah Nama Lain ISIS
Setelah berinteraksi dalam beberapa grup serupa, HOK mulai termotivasi membeli bahan peledak untuk merakit bom, sesuai dengan rencana yang sudah ia buat. Perakitan bom yang dilakukan oleh HOK dengan melihat tata cara pembuatan melalui media sosial.
Fakta menarik dari kasus ini adalah HOK membayar untuk dapat masuk ke dalam grup di media sosial. Selain itu HOK diketahui membayar bahan-bahan peledak menggunakan uang tabungannya sendiri. Hal ini cukup mengejutkan, karena bisa dikatakan bahwa HOK memiliki semangat dan dorongan yang kuat untuk melakukan bom bunuh diri.
Melihat dari kasus ini kita semua pasti tau, anak remaja berada pada waktu perubahan dari anak-anak menuju kedewasaan. Psikolog klinis keluarga, Monica Sulistiawati yang dikutip oleh tribunnews.com, menjelaskan perubahan yang dinamis pada fisik, mampu mempengaruhi hormonal pada remaja dan perubahan tersebut mampu membuat seorang remaja menjadi lebih sensitif.
Baca juga: Polri Tegaskan Hanya 1 Teroris Ditangkap di Batu
Psikolog Monica secara sederhana mencoba menjelaskan bagaimana perubahan fisik yang cenderung tidak pasti dapat mempengaruhi sisi biologis remaja, dimana secara tidak langsung mengganggu perasaan ataupun emosional dari remaja itu sendiri. Maka dari itu, tidak menutup kemungkinan seorang remaja yang terprovokasi akan mudah untuk memutuskan sesuatu, tanpa mempertimbangkan keputusannya kembali.
Kemudian seorang anak remaja akhir ini, dapat dengan mudah meninggalkan norma-norma pribadi yang sudah ditanamkan di dalam diri, dengan alasan-alasan yang kurang logis, seperti solidaritas, vitalitas, dll.
Pada kasus HOK, kita dapat melihat bagaimana pada awalnya remaja 19 tahun ini, memiliki rasa ingin tahu yang tidak, dengan bergabung ke dalam beberapa grup di media sosial, bahkan bergabung di grup media sosial yang berbayar. Hal ini sesungguhnya umum terjadi saat seorang remaja berada pada masa keingintahuannya sedang tinggi, terutama saat mencari jati dirinya. Seperti yang terlampir dalam laman madyapadma-online.com, rasa ingi tahu yang besar tentu akan mudah untuk seorang remaja melakukan kenakalan.
Baca juga: Sederet Fakta Remaja 19 Tahun di Batu Ditangkap gegara Terlibat Terorisme
Berbeda pendapat, menurut Diananda A. (2018) menjelaskan bahwa pada 19 tahun, seorang remaja masuk ke dalam kategori Remaja Lanjut, yang singkatnya berada pada masa ingin menjadi pusat perhatian. Diananda menjelaskan pada masa tersebut, remaja memiliki keinginan untuk menonjolkan dirinya, bersemangat, dan mempunyai energi yang besar.
Hal tersebut mungkin dapat menjelaskan beberapa alasan HOK memiliki semangat dan dorongan yang tinggi, untuk melakukan tidakan bom bunuh diri. Selain itu, jiwa remajanya yang menggebu-gebu tentunya menarik dirinya untuk melakukan tindakan-tindakan diluar norma yang ada, demi kebebasan pemikirannya.
Baca juga: Polisi Ungkap Motif Terduga Teroris di Batu Rakit Bom
Pada kasus ini, kita sebagai orang tua perlu lebih memahami kondisi anak, terutama pada kondisi anak-anak yang tidak tetap dan berubah-ubah secara fisik ataupun emosional. Sebagai orang tua ataupun orang-orang sekitar remaja, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan dalam menangani remaja, yaitu:
- Memberikan nasehat yang mudah dan dapat diterima oleh remaja;
- Memberikan pengalihan aktivitas fungsional dan pemberian punishment;
- Memberikan informasi yang dibutuhkan remaja secara akurat;
- Membantu remaja mengembangkan resiliensi dalam dirinya.
Selain itu, penanganan lain yang dapat dilakukan menurut cimahikota.go.id adalah sebagai berikut :
- Bekerjasama dengan orang tua, untuk bisa menanamkan sikap mandiri serta kemampuan untuk dapat mengatasi setiap masalah secara pribadi;
- Melatih keterbukaan remaja untuk terbiasa berkomunikasi saat ada masalah;
- Orang tua perlu memberikan kepercayaan lebih kepada anak.
Laporan: Andea Muhammad Abhista Andikaputra
- Penulis :
- Latisha Asharani
- Editor :
- Firdha Riris