
Pantau - Beberapa orang di dunia ini memiliki tingkat sensitivitasnya sendiri dalam beberapa hal. Entah itu sensitif akan perkataan, perbuatan, bahkan penolakan. Mungkin tak asing lagi di kalangan kita ada beberapa orang yang sangat sensitif akan penolakan, tak perlu secara langsung penolakan itu ditunjukkan orang tersebut sudah sadar atau menafsirkan bahwa itu sebuah penolakan.
Hal ini bukanlah sebuah bakat apalagi sebuah keistimewaan yang muncul sejak lahir. Ini bisa terjadi dikarenakan orang tersebut terlalu banyak mengalami penolakan, sehingga berada pada kondisi sensitivity rejection atau sensitivitas penolakan.
Menurut Downey & Feldman pada jurnal yang berjudul Implication of Rejection Sensitivity sensitivitas penolakan adalah sebuah konsep psikologis yang menunjukkan kecenderungan seseorang untuk merasakan kecemasan dan memberikan respons yang berlebihan terhadap harapan dan penolakan dari orang lain.
Baca juga: Merasa Diri Sendiri Sudah Mati? Ini Penjelasan Psikologisnya!
Tingginya rasa takut seseorang akan suatu kemungkinan penolakan dapat mengakibatkan seseorang tidak mampu menunjukkan perilaku yang terkendali dalam interaksi dengan orang lain. Sensitivitas penolakan dapat diprediksi berdasarkan keinginan yang belum tercapai selama masa kanak-kanak. Orang yang memiliki pengalaman penolakan yang tinggi cenderung merespons dengan sangat hati-hati mengenai tanda-tanda penolakan dari lingkungan sosial mereka.
Dengan kata lain, sensitivitas penolakan ini adalah sebuah kondisi psikologis dimana jika seseorang mengalami banyak penolakan dalam hidupnya cenderung mengartikan pikiran, perilaku, dan perasaan orang lain sebagai penolakan. Artinya semakin tinggi penolakan seseorang maka semakin tinggi juga sensitivitas penolakannya.
Terdapat beberapa dimensi atau tingkatan dari sensitivitas penolakan, antara lain:
1. Interpersonal Awareness
Sebuah kondisi dari kesadaran tentang interaksi antar manusia yang melibatkan pengaruh yang dirasakan oleh seseorang dari orang lain dan dampak dari respon negatif atau kritis seperti penolakan.
2. Need for Approval
Dorongan untuk mempertahankan hubungan dengan tujuan memastikan bahwa orang lain menerima atau menolak mereka
3. Separation Anxiety
Kekhawatiran seseorang tentang kejadian yang akan datang yang menciptakan ikatan dalam hubungan.
4. Timidity
Kurangnya kemampuan seseorang dalam menunjukkan sikap yang sesuai dengan kondisi ketika interaksi sosial dalam hubungan interpersonal.
5. Fragle Inner-Self
Pendapat orang tentang harga diri mereka, khususnya hal-hal yang tidak disukai oleh orang lain dan harus disembunyikan.
Baca juga: Senioritas Kembali Memakan Korban, Yuk Jelajahi Fenomena Ini Lebih Jauh!
Sensitivitas Penolakan Dalam Daitannya Dengan Kondisi Mental
Orang yang mudah tersinggung oleh penolakan cenderung merasa takut atau cemas jika diharapkan akan ditolak oleh orang lain. Antisipasi bisa membuat orang berperilaku sesuai dengan ramalan yang ada karena ketakutan. Hal ini bisa membuat orang ditolak oleh orang lain dan ketakutan mereka menjadi nyata.
Sensitivitas terhadap penolakan juga bisa dijelaskan sebagai kondisi dari sistem motivasi. Sensitivitas terhadap penolakan adalah akibat dari pengalaman penolakan sosial sebelumnya. Sistem sensitivitas terhadap penolakan berfungsi untuk melindungi diri dari penolakan di masa depan dengan merespon ancaman sosial secara defensif dan cepat.
Ketika penolakan terjadi, sistem sensitivitas penolakan akan membuat seseorang lebih peka dalam mendeteksi tanda-tanda ancaman sosial. Hal ini membuat individu lebih siap untuk menghindari bahaya dengan bersikap defensif. Individu yang sensitif terhadap penolakan tinggi cenderung lebih waspada terhadap isyarat penolakan, otomatis memproses kontennya, dan merasa lebih negatif terhadap isyarat penolakan.
Mereka juga lebih mudah melihat ancaman sosial dan cenderung mempersonalisasi isyarat penolakan yang ambigu. Sistem motivasi defensif mendorong orang untuk menghindari atau melawan dengan aktif. Ini bisa menyebabkan peningkatan gejala seperti depresi, kecemasan, dan gangguan kepribadian.
Laporan: Mai Hendar Santoso
- Penulis :
- Latisha Asharani