billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Dede Yusuf Soroti Peran Penting Guru BK Buntut Siswa SMP Bakar Sekolah Gegera Dibully

Oleh Ahmad Ryansyah
SHARE   :

Dede Yusuf Soroti Peran Penting Guru BK Buntut Siswa SMP Bakar Sekolah Gegera Dibully
Pantau – Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf menyoroti peran penting Guru bimbingan konseling (BK) disekolah-sekolah. Hal itu buntut dari bullying yang menyebabkan seorang siswa di SMPN 2 Pringsurat, Temangggung, Jawa Tengah membakar sekolah.

"Dulu setahu saya ada yang namanya guru BK seperti bimbingan konseling. Sekarang ini kan tidak terlalu berfungsi. Padahal kan bimbingan konseling ini perlu sekali," kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf dalam keterangannya, Selasa (4/7/2023).

Dede Yusuf mengatakan pentingnya bimbingan konseling (BK) diaktifkan di tiap sekolah. Untuk itu, Dede meminta peran bimbingan konseling di era keterbukaan informasi harus lebih ditingkatkan. Sebab, Dede menilai, bimbingan atau pendampingan konseling tak hanya bisa dilakukan oleh guru semata, tapi juga dapat dibantu oleh siswa-siswa yang tertarik dalam bidang psikologi dan telah mendapat pelatihan.

"Perlu diberikan pelatihan konseling dari psikolog agar memberikan pelatihan dasar kepada siswa-siswa yang tertarik menjadi relawan-relawan konselor," ujarnya.

"Karena anak-anak ini kalau punya masalah nggak mau melaporkan kepada guru, dia maunya ngobrol dengan sesama temannya. Jika diam dan tidak berbicara maka bullying akan terus terjadi, harus ada teman yang diajak bicara," imbuh Dede.

Menurut Dede, korban perundungan memiliki sisi traumatis yang memungkinkan adanya tindakan murung atau malah pembalasan yang mungkin di luar nalar manusia. Maka, lanjut Dede, perundungan harus diantisipasi karena hal ini merupakan permasalahan serius.

"Yang saya lihat anak-anak korban perundungan yang terbebankan. Katakanlah korban itu bisa menjadi trauma, bisa juga akhirnya membalas," ungkapnya.

Dede menilai kejadian bullying atau perundungan kerap terjadi akibat tiga hal. Pertama karena adanya keterbukaan informasi media sosial yang luas sehingga menimbulkan persepsi bahwa melakukan hal tersebut memiliki kesan hebat dan keren.

"Tentunya peran dari pada informasi yang ataupun kita sebut saja media sosial, pemberitaan TV yang cendrung membuat bullying itu menjadi justifikasi sehingga anak-anak melihat kok keren deh kita bisa melakukan bullying kepada orang lain," tutur Dede.

Selanjutnya yang kedua, ialah karena fungsi pengawasan dilakukan oleh dua pihak yakni guru dan orang tua. Menurut Dede, saat ini tidak ada kolaborasi yang tepat antara guru dan orang tua dalam memperhatikan tumbuh kembang anak.

"Kita melihat sekarang hubungan orang tua dengan guru ini semakin kurang terjadi karena berbagai faktor. Seolah-olah kalau orang tua menitipkan anak di sekolah maka itu sudah menjadi tugas sekolah, padahal kan pendidikan karakter dimulai dari rumah," papar Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat ini.

Lebih lanjut, Dede juga menilai peran orang tua dan guru yang tidak sejalan juga dapat menimbulkan sisi negatif lainnya. Seperti adanya ketidaksepahaman saat anak melakukan kesalahan dan mendapat hukuman dari sekolah.

"Sehingga akhirnya guru pun tidak berani juga melakukan fungsi pengawasan atau memberikan sanksi karena takut kena hak azasi manusia (HAM) atau mungkin diadukan ke pihak yang berwajib," ujar Dede.

Sementara itu faktor ketiga terciptanya bullying atau perundungan menurut Dede lantaran saat ini banyak sekolah yang hanya mengedepankan pendidikan ilmu pengetahuan saja. Dede menyatakan, banyak sekolah yang dewasa ini kurang mengedepankan pendidikan karakter.

"Dan yang ketiga tentu kita lihat kurangnya faktor pendidikan karakter dan akhlak. Masih banyak sekolah-sekolah yang hanya mendorong atau menomorsatukan pendidikan kognitif tanpa mendorong pendidikan akhlak," pungkasnya.
Penulis :
Ahmad Ryansyah