
Pantau - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengkritik keras kinerja DPR RI yang dinilai tidak mencerminkan perwakilan rakyat.
Peneliti Formappi, Lucius Karus berpendapat, dalam kasus RUU Kesehatan yang baru saja disahkan menjadi Undang-Undang, DPR dan pemerintah kompak mengambil keputusan yang belum tentu sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
"Padahal, sudah ada preseden buruk terkait penyusunan UU yang mengabaikan partisipasi publik, yakni pada saat pembahasan UU Cipta Kerja," ujar Lucius, Selasa (11/7/2023).
Lucius menilai, relasi DPR dan pemerintah yang saling mendukung menghilangkan fungsi lembaga legislatif tersebut sebagai pengawas dan pengontrol jalannya pemerintahan.
"Publik justru dihadapkan pada dua lembaga yang seolah-olah melebur dan menjadi kekuatan yang berhadapan dengan rakyat," lanjutnya.
Ia juga menyebut, hal serupa juga dilakukan DPR untuk mengebut pembahasan mengenai RUU Desa. Padahal, sebelumnya UU ini tidak ada dalam daftar prolegnas prioritas.
Hal ini, lanjutnya, sangat berbanding terbalik dengan sejumlah RUU yang hingga saat ini tak kunjung dibahas karena tidak memiliki keuntungan politik, seperti RUU Perampasan Aset dan RUU ITE.
"Jadi, terlihat bahwa urgensi pembahasan hingga pengesahan RUU didasarkan pada keinginan DPR dan pemerintah. Sedangkan RUU yang dibutuhkan publik kalau perlu ditunda-tunda," tandasnya.
Peneliti Formappi, Lucius Karus berpendapat, dalam kasus RUU Kesehatan yang baru saja disahkan menjadi Undang-Undang, DPR dan pemerintah kompak mengambil keputusan yang belum tentu sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
"Padahal, sudah ada preseden buruk terkait penyusunan UU yang mengabaikan partisipasi publik, yakni pada saat pembahasan UU Cipta Kerja," ujar Lucius, Selasa (11/7/2023).
Lucius menilai, relasi DPR dan pemerintah yang saling mendukung menghilangkan fungsi lembaga legislatif tersebut sebagai pengawas dan pengontrol jalannya pemerintahan.
"Publik justru dihadapkan pada dua lembaga yang seolah-olah melebur dan menjadi kekuatan yang berhadapan dengan rakyat," lanjutnya.
Ia juga menyebut, hal serupa juga dilakukan DPR untuk mengebut pembahasan mengenai RUU Desa. Padahal, sebelumnya UU ini tidak ada dalam daftar prolegnas prioritas.
Hal ini, lanjutnya, sangat berbanding terbalik dengan sejumlah RUU yang hingga saat ini tak kunjung dibahas karena tidak memiliki keuntungan politik, seperti RUU Perampasan Aset dan RUU ITE.
"Jadi, terlihat bahwa urgensi pembahasan hingga pengesahan RUU didasarkan pada keinginan DPR dan pemerintah. Sedangkan RUU yang dibutuhkan publik kalau perlu ditunda-tunda," tandasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas











