billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

PBHI Buka Posko Pengaduan Korban Beras Oplosan, Mayoritas Konsumen Tak Simpan Struk Pembelian

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

PBHI Buka Posko Pengaduan Korban Beras Oplosan, Mayoritas Konsumen Tak Simpan Struk Pembelian
Foto: Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, Gina Sabrina dalam kegiatan sosialisasi bertema "Produk Oplosan Emang Bikin Boncos: Perlindungan Konsumen dan HAM terabaikan" di Jakarta (sumber: ANTARA/Lia Wanadriani Santosa)

Pantau - Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang menjadi korban beras oplosan, dengan syarat utama pelapor menyertakan struk pembelian.

Posko pengaduan ini telah dibuka sejak 14 Juli 2025 dan masih dalam tahap verifikasi bukti atas laporan yang masuk.

"Kami sudah buka posko pengaduan 14 Juli 2025, sampai sekarang masih proses verifikasi bukti-bukti pendukung terhadap laporan-laporan yang masuk," ungkap Sekretaris Jenderal PBHI, Gina Sabrina, dalam kegiatan sosialisasi bertema "Produk Oplosan Emang Bikin Boncos: Perlindungan Konsumen dan HAM Terabaikan" di Jakarta, Senin.

Jalur Pengaduan dan Syarat Pelaporan

Konsumen yang merasa dirugikan dapat melaporkan melalui pusat bantuan PBHI atau media sosial, termasuk WhatsApp di nomor 0895-3855-87159 serta akun Instagram PBHI.

Gina menyarankan agar laporan disertai bukti fisik berupa sampel beras, serta keterangan jenis beras yang dibeli, kronologi kejadian, dan durasi pembelian.

Namun, ia menyayangkan bahwa sebagian besar konsumen kesulitan memenuhi syarat utama berupa struk pembelian.

"Hampir semuanya, bahkan saya bisa bilang 95 persen tidak punya lagi struknya. Jadi kesulitan untuk pembuktiannya," ungkapnya.

Saat ini, PBHI belum merinci jumlah laporan yang diterima, namun terdapat tiga poin utama yang paling banyak dikeluhkan, salah satunya adalah terkait kelayakan konsumsi.

Gejala Kerusakan Beras dan Tindak Lanjut Pemerintah

Beberapa laporan menyebutkan bahwa nasi yang dimasak dari beras oplosan cepat basi dan mengalami perubahan warna.

"Jadi di atas 12 jam itu, bahkan sudah tidak layak konsumsi, berubah kualitas. Termasuk berubah warna, lalu dugaan beratnya tidak sesuai," jelas Gina.

Ia menambahkan, laporan yang masuk sejalan dengan temuan Kementerian Pertanian yang menyatakan adanya pengurangan kuantitas serta penyimpangan dari standar mutu pemerintah.

Kementerian Pertanian sendiri telah melaporkan 212 merek beras yang diduga tidak sesuai standar, termasuk dalam aspek volume, kualitas, dan label produk.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengonfirmasi bahwa 10 dari 212 produsen beras nakal telah diperiksa oleh Satgas Pangan Polri dan Bareskrim Polri.

Langkah ini merupakan tindak lanjut dari laporan PBHI dan bagian dari upaya pemerintah untuk membongkar praktik curang serta melindungi hak konsumen.

Laporan dari Kementerian Pertanian juga telah dikirim langsung ke Kapolri dan Kejaksaan Agung untuk penanganan lebih lanjut.

"Semuanya tergantung kepada korban, mau melanjutkan atau sekadar melaporkan. Karena banyak juga yang hanya melaporkan. Tapi ada juga yang kemudian mencari pemulihannya judisial dan non-judisial, tentu bukti-bukti pendukung itu harus dilengkapi," pungkas Gina.

Penulis :
Shila Glorya