
Pantau - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memproses perkara penambangan emas ilegal di kawasan Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur, yang melibatkan enam tersangka. Kasus ini telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan selanjutnya ke Kejaksaan Negeri Jember untuk menghadapi proses hukum lebih lanjut.
Penangkapan dan Barang Bukti
Kepala Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) Aswin Bangun mengatakan proses hukum diharapkan memberi efek jera.
" Kami berharap hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku memberi efek jera sehingga kejahatan serupa tidak terulang. Penegakan hukum harus sejalan dengan keadilan bagi masyarakat dan kelestarian ekosistem. Hukuman yang tegas menjadi peringatan bagi siapa pun yang mencoba merusak warisan alam ini," ujarnya.
Enam tersangka tersebut adalah H (43), S (58), ARF (24), AFK (19), AYB (29), dan MH (21).
Barang bukti yang disita dari lokasi antara lain alat dulang emas, palu, piring seng, betel, gergaji, tas ransel, sabit, karung plastik, gulung tali rafia, terpal, setengah sak batuan hasil galian, serta tiga unit sepeda motor.
Para tersangka dijerat dengan ancaman hukuman penjara 3–15 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.
Dampak Aktivitas dan Upaya Pengawasan
Kasus ini bermula dari informasi masyarakat dan temuan bekas galian saat patroli kawasan.
Pada Senin, 30 Juni 2025, tim patroli Balai TN Meru Betiri menangkap keenam pelaku saat sedang menggali tanah dan batuan di Blok Sengoro, Resort Andongrejo, Seksi Pengelolaan TN Wilayah II Ambulu.
Aktivitas penambangan tradisional tersebut merusak struktur tanah, menurunkan kualitas air sungai, mengancam habitat satwa dilindungi, serta mengganggu stabilitas ekosistem.
Kepala Balai TN Meru Betiri RM Wiwied Widodo menekankan pentingnya pengawasan ketat.
"Perlindungan yang efektif memerlukan patroli rutin, pengawasan berlapis, dan bersinergi dengan masyarakat sekitar. Masyarakat bukan hanya pelapor, mereka juga menjadi bagian dari benteng utama perlindungan kawasan konservasi. Jika sinergi ini terjalin kuat, kerusakan dapat dicegah sebelum mencapai titik kritis," ujarnya.
- Penulis :
- Aditya Yohan