Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Revisi UU Hak Cipta Diharapkan Selaras dengan Perlindungan Konsumen dan Hadirkan Transparansi Royalti Musik

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

Revisi UU Hak Cipta Diharapkan Selaras dengan Perlindungan Konsumen dan Hadirkan Transparansi Royalti Musik
Foto: Wamenko Kumham Imipas Otto Hasibuan (kiri) bersama Ketua Vibrasi Suara Indonesia (VISI) Armand Maulana (kanan) dalam audiensi di Jakarta, Kamis 25/9/2025 (sumber: Kemenko Kumham Imipas RI)

Pantau - Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Wamenko Kumham Imipas) Otto Hasibuan menilai revisi Undang-Undang Hak Cipta harus selaras dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen agar masyarakat yang membayar untuk menikmati musik mendapat kepastian hukum serta jaminan keadilan.

Pentingnya Keselarasan Regulasi dan Kepastian Hukum

Otto menegaskan jangan sampai aturan yang lahir justru merugikan salah satu pihak.

"Saat ini ada dua kubu pandangan terkait Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), apakah harus dibatasi atau tidak," ungkapnya.

Menurutnya, perkembangan teknologi membuat penyebaran karya cipta semakin luas sehingga perlu kejelasan dalam pengaturan pembagian royalti yang hingga kini masih simpang siur.

Otto menekankan pentingnya audiensi sebagai bahan masukan bagi DPR dalam revisi UU Hak Cipta.

"Pertemuan ini sangat penting sebagai masukan kepada DPR," ia menambahkan.

Ia berharap aturan yang sedang disusun jangan sampai merugikan pencipta, penyanyi, maupun masyarakat sebagai konsumen.

Dalam audiensi tersebut, para pihak membahas dinamika revisi UU Hak Cipta, khususnya Pasal 28 yang mengatur persoalan royalti musik.

Suara Musisi: Reformasi Royalti Mendesak

Ketua Vibrasi Suara Indonesia (VISI) Armand Maulana menegaskan isu hak cipta musik masih menjadi pekerjaan rumah besar di Indonesia.

" Saya mengapresiasi perhatian pemerintah yang semakin serius dalam isu ini," ujarnya.

Armand menyoroti performing rights atau hak pertunjukan yang menurutnya masih menjadi hambatan bagi musisi.

Ia menilai setiap kali lagu dibawakan di sebuah acara, LMK seharusnya menyalurkan pembayaran kepada pencipta lagu dan penyanyi.

Namun, transparansi mekanisme pembagian royalti hingga kini masih menjadi persoalan.

"Performing rights ini seharusnya melindungi pencipta lagu dan penyanyi, tapi justru sering jadi penghalang karena tidak jelas bagaimana royalti dibayarkan. Kami ingin ada transparansi dan sistem digitalisasi yang bisa melakukan tracking musik yang diputar," jelasnya.

Tujuan VISI dibentuk adalah melindungi penyanyi dalam legalitas agar tidak terjadi pelanggaran hukum saat tampil.

Armand memberi masukan penting, yakni integrasi data musik komprehensif, percepatan digitalisasi, dan sinkronisasi sistem antar pemangku kepentingan agar pembagian royalti lebih transparan dan adil.

Ia juga mengusulkan masa klaim royalti yang tidak diambil atau unclaimed royalties diperpanjang menjadi 10 tahun.

Jika tidak ada klaim dalam kurun waktu tersebut, dana dapat dialokasikan untuk kemaslahatan musik nasional.

Menuju Industri Musik yang Lebih Sehat

Pertemuan tersebut menghasilkan kesepahaman bahwa reformasi regulasi dan sistem manajemen royalti musik sangat mendesak.

Sinergi antara pemerintah, seniman, dan pemangku kepentingan musik diharapkan menghadirkan kepastian hukum serta mendorong iklim industri musik lebih sehat.

Audiensi juga menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara hak pencipta lagu, hak pelaku usaha yang menggunakan karya, serta hak konsumen yang menikmati musik.

Keseimbangan ini diharapkan menjadi fondasi kuat dalam revisi UU Hak Cipta dengan tujuan agar industri musik Indonesia tumbuh berkelanjutan, sekaligus menjunjung tinggi keadilan bagi semua pihak.

Penulis :
Shila Glorya