
Pantau – Calon presiden nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan berbagi pengalaman soal penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta. Penentuan itu dinilainya adil karena menggunakan pendekatan Key Curve Policy yang memenuhi empat unsur: keadilan, kepentingan umum, masuk akal, dan regulasi.
Mantan gubernur DKI ini mengatakan, penentuan UMP merupakan salah satu persoalan klasik yang muncul tahunan dan menimbulkan ketidakpastian di tiga pihak, yakni pengusaha, buruh, dan pemerintah.
“Menjelang Oktober itu, menjelang pusing, tarik-menarik, setiap tahun seperti itu. Saya sempat berpikir, kenapa sih kita tidak membuat sesuatu yang lebih predictable. Tidak usah tarik-menarik seperti ini, terus menerus, dan kalau sudah begitu, ujungnya zero sum (saling mengalahkan), bukan sekadar mencari kompromi,” katanya dalam Dialog Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Capres 2024 di Jakarta, Senin (11/12/2023).
Anies menegaskan pentingnya mengubah pola tersebut. Pemerintah, pengusaha dan buruh perlu duduk bersama, menyepakati formula periode penentuan UMP multiyear (bertahun-tahun ke depan) sehingga tidak perlu tegang tiap tahun. “Tentu ini tidak sederhana,” ujarnya.
Menurut Capres pasangan AMIN ini, bila disusun dengan keadilan, penentuan UMP bakal bisa dilakukan dengan baik. “Harus ngobrol bareng-bareng. Kami di Jakarta, pernah dituntut sama Apindo soal UMP ini,” timpal dia. “Setiap bisnis yang dilakukan secara tidak adil, bisnis itu tidak akan berlanjut.”
Kenaikan UMP di DKI Jakarta
Lebih jauh Anies menjelaskan, berdasarkan regulasi, kenaikan UMP di Jakarta berubah dari 6,3 persen pada 2004, kemudian 8 persen bahkan pernah 43,9 persen pada 2013. “Saya belum gubernur ya Bapak-Ibu sekalian. Jadi, jangan salahkan saya soal ini,” tuturnya.
Formula itu kemudian berubah menjadi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 di mana rata-rata kenaikan UMP sekitar 8 persen.
“Kemudian terjadi COVID-19, obviously we will be going down. Di situ, kami Jakarta satu-satunya menerapkan Key Curve Policy di mana sektor yang terdampak negatif, UMP-nya tidak perlu naik bahkan bisa dibicarakan dengan buruh. Tapi, sektor yang terdapak positif harus berbagi dong dengan buruhnya,” papar Anies.
Menurutnya, pabrik masker dan lain-lain mengalami booming saat itu. “Enggak fair kalau dia bilang, kami juga menghadapi COVID,” tukasnya.
Kebijakan ‘Key Curve’
Karena itu, Jakarta menjadi satu-satunya provinsi yang menggunakan Key Curve Policy dalam menentukan UMP. “Fairness ini merupakan prinsip. Mungkin tidak sesuai regulasi, tapi dalam mengambil keputusan, regulasi itu saya letakkan di nomor empat. Nomor satu, fairness, nomor dua, public interest, nomor tiga common sense atau data,” ucapnya.
Anies bercerita, kenaikan UMP DKI Jakarta disepakati 3,3 persen pada 2021. Pada 2022 ekonomi mulai tumbuh tapi regulasinya berubah. Dalam regulasi yang baru, kenaikan UMP di Jakarta hanya 0,8 persen.
“Bagaimana Anda bisa menjelaskan ini kepada akal sehat, bukan pada buruh, bahwa pada saat ekonomi sudah lebih baik dibandingkan 2021, di tahun 2022 regulasinya berubah UMP-nya naik jadi 0,8 persen. Padahal, inflasinya saja 1,1 persen dengan pertumbuhan sekitar 4 persen di Jakarta. Saya katakan, ini tidak fair. Regulasinya yang enggak fair,” papar Capres yang berpasangan dengan Cawapres Muhaimin Iskandar ini.
Jika memberikan UMP kepada buruh seperti itu, sambung dia, sama saja pengusaha menciptakan ketidakstabilan karena unfairness (ketidakadilan). “Bayangkan sebelumnya saja ketika COVID berat, naik 3 persen, setelah COVID kondisi membaik naiknya malah cuma 0,8 persen,” tuturnya kembali menegaskan.
“Di situ saya sebagai pemimpin di Jakarta, saya bilang kepada ibu menteri, kalau kenaikan hanya 0,8 persen di Jakarta, yang tanda tangan ibu saja, jangan saya,” tukas Anies.
Sebab, jika Anies yang mengambil keputusan, itu akan didasarkan pada empat prinsip tadi, fairness, public interest, common sense, dan regulasi. “Jika tidak memenuhi common sense akal sehat, ini memancing demonstrasi besar-besaran,” ungkap dia.
Daerah Khusus Ibu Kota Jadi Dasar Hukum
Menurut Anies, saat itu Pemprov menggunakan Jakarta sebagai daerah khusus ibu kota yang memiliki kewenangan perekonomian. “Itu kami jadikan sebagai dasar hukum, bukan melawan pemerintah tapi dasar hukumnya berbeda,” ucapnya.
Itulah mengapa kenaikan UMP di DKI Jakarta menjadi 5,1 persen dengan menggunakan rumus sebelumnya. “Tidak 8 persen, tapi tidak 0,8 persen. Di situ, kami membutuhkan your wisdom juga,” tuturnya.
Dari segi aturan, Anies mengakui hal itu dianggap keliru karena berbeda dengan regulasi. “Tapi, aturannya enggak adil ini. Kami berharap ke depan, tidak terlibat dengan yang begini terus di mana terjadi ketegangan setiap bulan Oktober dan menariknya kalau di Jakarta itu setiap 1 Oktober,” ujarnya.
Di atas semua itu, di satu sisi, Anies menekankan pentingnya perekonomian yang tumbuh. Di lain sisi, perekonomian mengandaikan hubungan industri (industrial relation) yang sehat dengan cara pandang keadilan (fairness).
Untuk UMP berkeadilan itu, Anies berharap adanya kepastian UMP untuk multiyear yang dapat dievaluasi dengan mengacu pada benchmark negara-negara lain.
“Rumusan bisa disusun sehingga menimbulkan predictability. Kalau tidak, dunia usaha juga akan sulit membuat perencanaan, apabila tidak ada predictability,” pungkas Anies, Capres Koalisi Perubahan.
- Penulis :
- Ahmad Munjin
- Editor :
- Muhammad Rodhi