Pantau Flash
HOME  ⁄  Pantau Pemilu 2024

Apa Itu Sistem Pemilu Tertutup? Begini Sejarahnya di Indonesia

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Apa Itu Sistem Pemilu Tertutup? Begini Sejarahnya di Indonesia
Pantau - Cuitan eks Wamenkumham, Denny Indrayana terkait isu pengembalian sistem Pemilu dengan proporsional tertutup menjadi sorotan publik.

Dalam cuitannya, Denny membocorkan Mahkamah Konstitusi (MK) menyetujui Pemilu 2024 akan kembali pada sistem proporsional tertutup.

Lantas, apa makna sebenarnya dari sistem Pemilu proporsional tertutup dan mengapa isu tersebut menjadi kontorversi?

Sejarah Pemilu


Pemilihan Umum (Pemilu) pertama kali di Indonesia digelar pada tahun 1955. Pada masa itu, sistem Pemilu di Indonesia terdiri dari multi-partai.

Pemilu 1955 dilaksanakan dengan sistem tertutup, artinya masyarakat hanya memilih nama dan logo partai politik (parpol) yang berada di kertas suara.

Pada Pemilu pertama ini, terdapat empat parpol yang meraih suara mayoritas, yakni Partai Nasional Indonesia (PNI), Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pemilu selanjutnya dilaksanakan pada tahun 1971, masih dengan sistem tertutup dan multi-partai. Dalam Pemilu kali ini, Golongan Karya (Golkar) berhasil meraup suara mayoritas.

Pemilu 1971 menjadi Pemilu terakhir di era Orde Baru yang diikuti banyak parpol. Pada tahun 1973, Presiden Soeharto menyederhanakan sistem parpol. Sehingga, pada Pemilu selanjutnya, peserta Pemilu hanya ada tiga, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golkar, dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Pelaksanaan Pemilu dengan tiga peserta terus berlanjut hingga Pemilu 1997. Sejak Orde Baru tumbang, Pemilu kembali diikuti banyak parpol hingga saat ini.

Era Reformasi


Pemilu 1999 menjadi Pemilu pertama usai era Orde Baru yang diikuti 48 partai. Dalam Pemilu ini masih menggunakan sistem tertutup dengan hanya mencoblos partai.

Para legislator kemudian memutuskan untuk mengubah ke sistem proporsional terbuka mulai 2004. Pada 2004, Pemilu mulai melalui proses transisi dengan mengadopsi sistem yang bersifat semi-tertutup.

Penerapan sistem proporsional terbuka baru mulai berjalan pada Pemilu 2009. Untuk pertama kalinya, calon anggota legislatif (caleg) memiliki upaya untuk mengejar perolehan suara pribadi.

Dalam pemilihan tersebut, terdapat 38 partai politik yang berpartisipasi untuk memperebutkan 560 kursi. Partai Demokrat memenangkan 20,8% suara nasional dan memperoleh 148 kursi di parlemen.

Menurut Mahkamah Konstitusi (MK), sistem proporsional daftar terbuka memberikan kebebasan kepada rakyat untuk menentukan kandidat yang akan mewakili mereka di parlemen.

Sejak Pemilu 2009 hingga 2019 lalu, sistem proporsional terbuka memungkinkan masyarakat mengenal langsung siapa caleg yang akan mewakili mereka di parlemen.
Penulis :
Aditya Andreas