Pantau Flash
HOME  ⁄  Hukum

Presiden Prabowo Tegaskan Penolakan Hukuman Mati untuk Koruptor, Yusril Sebut Cerminan Sikap Kemanusiaan

Oleh Pantau Community
SHARE   :

Presiden Prabowo Tegaskan Penolakan Hukuman Mati untuk Koruptor, Yusril Sebut Cerminan Sikap Kemanusiaan
Foto: Presiden Prabowo Dinilai Menunjukkan Sikap Kenegarawanan dalam Penolakannya terhadap Hukuman Mati untuk Koruptor.

Pantau - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menilai ketidaksetujuan Presiden Prabowo Subianto terhadap penerapan hukuman mati bagi koruptor mencerminkan sikap kenegarawanan yang menjunjung prinsip kehati-hatian dan kemanusiaan.

Alasan Penolakan Hukuman Mati

Yusril menjelaskan bahwa eksekusi mati bersifat final dan tidak memberikan ruang koreksi jika kelak ditemukan kekeliruan dalam putusan.

"Sebagai Presiden, beliau tidak ingin melaksanakan hukuman mati terhadap narapidana mana saja dan kasus apa saja," ujar Yusril.

Menurutnya, Prabowo berbicara bukan sebagai hakim, tetapi sebagai negarawan serta bapak bangsa yang mengutamakan sisi kemanusiaan.

Penolakan Prabowo tersebut dinilai sah dan sesuai dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia.

Yusril menerangkan bahwa Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) membuka kemungkinan bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman mati dalam keadaan tertentu, seperti perang, krisis ekonomi, atau bencana nasional.

"Itu disebut dalam UU Tipikor Nomor 20 Tahun 2001, yang saya sendiri ketika itu mewakili Presiden membahas RUU tersebut dengan DPR," tuturnya.

Meskipun hukum membuka peluang, hingga saat ini belum pernah ada terdakwa korupsi yang dijatuhi hukuman mati.

Yusril menambahkan bahwa apabila hakim menjatuhkan hukuman mati dengan putusan inkrah, Presiden masih memiliki ruang untuk memberikan grasi atau amnesti.

Jika grasi atau amnesti tidak diberikan, eksekusi hukuman mati menjadi kewenangan Kejaksaan Agung.

Saat ini, kata Yusril, terdapat cukup banyak narapidana mati, baik WNI maupun WNA, yang eksekusinya belum dilaksanakan.

Reformasi Hukum Mati di Indonesia

Yusril juga menyoroti masa transisi dari KUHP lama peninggalan Belanda menuju KUHP Nasional yang akan mulai berlaku awal 2026.

Dalam KUHP Nasional, hukuman mati yang dijatuhkan tidak langsung dilaksanakan, melainkan terpidana mati harus menjalani masa tahanan 10 tahun.

Penempatan tersebut bertujuan mengevaluasi apakah narapidana telah menunjukkan penyesalan atas perbuatannya.

Jika narapidana dinilai bertobat, hukumannya dapat diubah menjadi hukuman seumur hidup.

"Ketentuan ini berlaku bagi narapidana hukuman mati WNI atau WNA. Itu garis besarnya," ucap Yusril.

Menko menegaskan bahwa pelaksanaan hukuman mati dalam KUHP Nasional harus diatur dengan undang-undang tersendiri yang kini sedang dipersiapkan pemerintah.

Terkait tudingan adanya standar ganda antara WNI dan WNA, Yusril membantahnya.

Ia menjelaskan bahwa narapidana WNA dipindahkan ke negara asalnya untuk dipertimbangkan oleh pemerintah negara tersebut.

Di dalam negeri, Yusril menyatakan sikap Presiden Prabowo sangat jelas, yakni selama pemerintahannya hingga kini tidak ada terpidana mati yang dieksekusi oleh regu tembak, baik WNI maupun WNA.

Sebelumnya, saat diwawancarai tujuh jurnalis senior di kediaman pribadinya di Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (6/4), Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi.

"Hukuman mati itu final dan kita tidak bisa hidupkan dia kembali. Meski kita yakin dia 99,9 persen bersalah, mungkin saja ada satu masalah ternyata dia korban atau di-frame," kata Prabowo.

Penulis :
Pantau Community