
Pantau - Ombudsman Republik Indonesia mendorong perbaikan sistem dan sumber daya manusia (SDM) dalam pelayanan imigrasi setelah menemukan berbagai bentuk malaadministrasi dan ketimpangan layanan di lapangan.
Temuan tersebut disampaikan dalam forum diskusi bersama sejumlah instansi terkait yang digelar di Jakarta pada Rabu, 25 Juni 2025.
Satpam Lebih Paham Prosedur, Petugas Minim Pelatihan
Kepala Keasistenan Utama Manajemen Pencegahan Malaadministrasi Ombudsman, Andi, menyebut bahwa dalam praktiknya, banyak masyarakat kebingungan saat mengakses layanan imigrasi.
Ironisnya, satpam di beberapa kantor imigrasi justru dinilai lebih memahami dan mampu menjelaskan prosedur dengan baik dibanding petugas resmi.
Andi menilai hal ini mencerminkan adanya kesenjangan besar dalam pelatihan dan standarisasi kemampuan petugas di lapangan.
Ia juga menekankan bahwa layanan publik seharusnya bersifat inklusif dan dapat diakses oleh semua kalangan, termasuk penyandang disabilitas.
Masalah Sistem, Pengaduan, dan Risiko TPPO
Ombudsman menganalisis berbagai jenis layanan imigrasi, mulai dari perizinan hingga penegakan hukum, dengan menggunakan data dari laporan masyarakat, observasi langsung, dan evaluasi kebijakan.
Setidaknya ditemukan 13 kanal pengaduan masyarakat, termasuk WhatsApp, email, website, hingga kunjungan langsung ke kantor.
Namun, mayoritas pengaduan datang dari kebingungan masyarakat terhadap proses dan mekanisme layanan.
Andi juga mendorong adanya integrasi sistem antarinstansi seperti antara Direktorat Jenderal Imigrasi dan Dukcapil, agar masyarakat tidak perlu bolak-balik dalam satu proses permohonan.
Sayangnya, integrasi ini belum optimal karena keterbatasan anggaran.
Antisipasi TPPO dan Mitigasi Bencana Jadi Sorotan
Ombudsman juga menyoroti lemahnya standar wawancara dan deteksi dini terhadap pemohon paspor yang berisiko menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Pengawasan terhadap warga negara Indonesia yang hendak ke luar negeri dinilai masih perlu diperkuat.
Di sisi lain, sistem imigrasi juga dinilai belum tangguh dalam menghadapi situasi bencana.
Contohnya, korban bencana di Palu dan Cianjur sempat kesulitan mengakses layanan imigrasi karena kehilangan dokumen penting, yang seharusnya bisa diatasi dengan sistem tanggap darurat.
Forum diskusi ini diharapkan menjadi momentum reflektif bagi instansi pelayanan publik, khususnya imigrasi, untuk melakukan pembenahan menyeluruh baik dari sisi sistem maupun sumber daya manusia, demi mewujudkan pelayanan yang adil dan inklusif.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf