
Pantau.com - Terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih mengungkapkan dirinya bisa terlibat dalam perkara tersebut karena posisinya sebagai pengurus di Partai Golkar.
Ia mengaku pada 2015, dirinya pernah diperintah Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto untuk mengawal proyek PLTU Riau-1. Ketika itu Eni menjabat Anggota Komisi VII DPR sementara Novanto sebagai Ketua DPR.
"Saya selaku anggota Komisi VII DPR-RI mendapat perintah dari Ketua Umum Partai Golkar, Bapak Setya Novanto, untuk mengawal proyek ini. Demikian pula ketika tampuk kepemimpinan Partai Golkar beralih kepada Bapak Airlangga Hartarto, saat itu Ketua Fraksi Partai Golkar, Bapak Melchias Markus Mekeng, juga terus menanyakan perjalanan dari proyek ini," kata Eni dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (19/2/2019).
"Kiranya perlu saya sampaikan kepada majelis hakim yang mulia bahwa saya ikut terlibat dalam proyek ini tentu semata-mata karena posisi saya selaku petugas partai," lanjut Eni.
Baca juga: Sampaikan Pleidoi, Eni Saragih Minta Keringanan Hukum dan Dikabulkan Menjadi JC
Menurutnya, proyek PLTU Riau-1 itu memang menguntungkan negara dan bermanfaat karena dapat menyediakan listrik murah untuk rakyat. Eni menjelaskan pembangunan PLTU di Riau-1 merupakan proyek investasi swasta yang tidak menggunakan uang negara. Namun negara tetap diuntungkan karena selain dalam pola kerja sama di proyek ini pihak PLN diberikan saham mayoritas 51 persen.
Namun, diakui Eni dirinya melakukan kesalahan dalam mengawal proses lelang proyek PLTU yang dibawahi oleh Komisi VII DPR.
"Kesalahan saya yang pertama adalah karena tadinya saya memandang proyek ini adalah proyek investasi di mana swasta menjadi agen yang legal, proses, dan prosedur dari proyek ini benar, kepentingan negara dinomorsatukan, dan rakyat akan mendapatkan listrik murah, sehingga tadinya saya memandang kalau pun ada fee maka hal tersebut sah," katanya.
Selain itu, perbantuan proses lelang terhadap pengusaha Johannes B Kotjo dan Samin Tan dianggap Eni sebagai bantuan terhadap teman baik. Lantaran dua pengusaha itu kerap membantu sebagai penyedia sponsor dalam kegiatan Partai Golkar atau pun organisasi lain.
"Saya mengakui bahwa saya bersalah karena ternyata jabatan saya sebagai anggota DPR-RI ternyata melekat di diri saya sehingga saya tidak dibenarkan menerimanya," ucapnya.
Baca juga: KPK Kembali Tetapkan Seorang Tersangka dalam Kasus Suap PLTU Riau-1
Dalam kasusnya, Eni diduga menerima suap dan gratifikasi dari pengusaha Johannes B Kotjo juga Samin Tan. Uang itu diberikan agar Eni bantu meloloskan anak perusahaan Kotjo untuk mendapat proyek PLTU Riau-1.
Sementara dari Samin Tan, Eni diduga menerima hadiah atau janji sejumlah Rp5 miliar terkait dengan pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengesahan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT AKT di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Selain Eni, KPK telah menetapkan dua orang pengusaha itu dan mantan Sekjen Golkar Idrus Marham sebagai tersangka. Terhadap Kotjo, pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat telah memvonis pemilik perusahaan Blackgold Natural Recouser itu dengan hukuman 2 tahun 8 bulan dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan.
- Penulis :
- Adryan N