
Pantau - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, menyatakan dukungan penuh terhadap rencana pemerintah untuk membahas ulang Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR). Menurutnya, pembaruan undang-undang ini sangat penting untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi di masa lalu, serta mencegah pelanggaran serupa di masa depan.
"UU ini menjadi landasan penting untuk penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu, perlindungan HAM di masa kini, dan pencegahan di masa mendatang," ujar Andreas di Jakarta, Rabu (11/12/2024).
Latar Belakang dan Pembatalan UU KKR Sebelumnya
Andreas menjelaskan bahwa UU KKR yang sebelumnya diundangkan, yaitu Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004, dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 006/PUU-IV/2006. MK membatalkan undang-undang tersebut karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945, khususnya terkait tiga pasal utama.
Baca Juga:
DPR Tetapkan 41 RUU Prioritas dalam Prolegnas 2025-2029
“Undang-undang itu awalnya merupakan inisiatif DPR, tetapi setelah diajukan judicial review ke MK, beberapa pasal kuncinya justru dinyatakan tidak konstitusional sehingga seluruh UU dibatalkan,” ungkap Andreas.
Ia menambahkan bahwa pemerintah perlu mengambil inisiatif untuk mengajukan draf baru guna menghidupkan kembali semangat rekonsiliasi dan penyelesaian pelanggaran HAM berat.
Komitmen Pemerintah di Bawah Presiden Prabowo
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa pemerintah saat ini berkomitmen melanjutkan pembahasan RUU KKR yang pernah dimulai pada era Presiden Joko Widodo.
"Konsep dan draf RUU KKR yang baru sudah mengadopsi prinsip-prinsip universal yang dipelajari dari pengalaman berbagai negara. Komitmen ini menunjukkan langkah konkret pemerintah dalam menyelesaikan isu HAM berat," ujar Yusril dalam peringatan Hari HAM Sedunia di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta (10/12).
Harapan untuk Masa Depan
RUU KKR diharapkan mampu menjadi instrumen hukum yang efektif untuk memfasilitasi rekonsiliasi nasional sekaligus memberikan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM berat.
“Jika pemerintah serius, pembahasan RUU ini harus menjadi prioritas dan melibatkan partisipasi masyarakat luas agar hasilnya sesuai dengan harapan publik,” tegas Andreas.
Langkah ini juga diharapkan dapat menciptakan iklim politik yang lebih stabil, dengan penyelesaian kasus-kasus HAM berat yang telah lama menjadi warisan beban sejarah bangsa.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah