
Pantau - Beredar sebuah tren baru di media sosial X (Twitter), dimana Masyarakat berbondong-bondong menuliskan dan menyampaikan ketakutannya dengan memposting kata “Marriage is Scary”. Kata-kata ini terus dituliskan dalam laman X, terutama pada postingan-postingan yang memperlihatkan bagaimana pernikahan begitu menakutkan.
Hal ini semakin diperparah dengan kasus-kasus dalam hubungan pernikahan yang berseliweran di media masa seperti, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Perselingkuhan, serta permasalahan rumah tangga lainnya.
Tren “Marriage is Scary” mempengaruhi kekhawatiran-kekhawatiran di masyarakat yang muncul satu per satu. Kekhawatiran dan ketakutan masyarakat pada umumnya adalah ketakutan untuk berkomitmen, tanggungjawab akan finansial, ataupun ketidakpastian akan masa depan pernikahan yang ada. Sederhananya mereka tidak tau, akan seperti apa mereka ketika berada dalam hubungan pernikahan.
Baca juga: Pilih Ngetik Daripada Nulis?! Apa Manfaat Menulis Berdasarkan Sudut Pandang Psikologi?
Marriage is Scary makin menjadi tren heboh di media sosial setelah banyak Gen Z merasa kata-kata “Marriage is Scary” sesuai dengan kondisi mereka saat ini. Berbeda dengan alasan kebanyakan masyarakat yag memiliki ketakutan akibat KDRT, Perselingkungan, dan lainnya. Gen Z cenderung merasa bahwa pernikahan menakutkan karena banyaknya tekanan sosial yang mereka terima, terutama saat ada tuntutan menikah di usia tertentu.
Hal itu membuat mereka merasa harus berada di situasi atau hubungan yang nggak seharusnya mereka rasakan. Nggak hanya itu, mereka juga merasa harus menghadapi banyak tuntutan setelah menikah, yang pada kenyataannya bukanlah keinginan mereka.
Berdasarkan pendapat lainnnya, pernikahan justru merupakan penghambat dalam menggapai mimpi-mimpi yang masih panjang. Kemudian, pada kenyataannya pernikahan memang tidak lagi menjadi tujuan utama masyarakat Indonesia.
Kira-kira kenapa ya?
“Trust issue dengan kasus-kasus kaya KDRT, Kekerasan kepada istri, Intinya kita nggak takut nikah, tapi takut dapat pasangan yang salah,” ujar salah satu Jurnalis pantau.com saat di wawancarai pada Kamis, (29/8).
Tapi gimana pandangan ahli soal marriage is scary?
Seorang Psikolog bernama Veronica Adesla menjelaskan bagaimana marriage is scary menjadi tren di masyarakat. Hal tersebut dijelaskan oleh Veronica saat dihubungi oleh Detik.om pada Rabu (14/8/2024), “Yang tadinya menikah itu pasti semua orang pengennya bahagia gitu, tapi ternyata cukup banyak juga yang mereka lihat. 'Oh menikah itu malah menjadi hal yang membuat menyengsarakan, membuat menderita, membuat malah ya terjadi kekerasan' seperti ini kan,”
Baca juga: Suami Tendang Istri Saat Gendong Anak, Bagaimana Pandangan Psikologi Melihat Hal ini?!
"Nah ini yang kemudian memungkinkan muncul istilah tersebut gitu, bahwa ternyata menikah itu tidak membuat bahagia loh gitu. Malah menikah itu membuat kita menjadi lebih buruk dan lebih sengsara dari sebelumnya gitu," ucapnya menambahkan.
Tren marriage is scary secara nggak langsung seperti memperjelas bayangan kita, seberapa menakutnya sebuah pernikahan. Hal tersebut dikarenakan adanya kasus-kasus yang justru menjadi terlihat umum sekarang untuk terjadi, kasus-kasus tersebut sebagai berikut:
KDRT
Seperti kasus seorang Perempuan asal Jakarta Selatan yang mendapatkan kekerasan dari pelaku yang merupakan Suami Korban. Kejadian ini terjadi pada Agustus 2024, dimana pelaku menjambak, menendang, bahkan meludahi korban. Tidak hanya itu, menurut kesaksian korban, pelaku sempat melemparkan tisu kepada Ibunya yang sedang melindungi korban.
Mertua Masuk Ke Dalam Hubungan Pernikahan
Kasus seperti ini pernah menjadi pembicaraan hangat pada Juni 2024. Dimana sang Istri bercerita melalui laman media sosial, bahwa Ibu mertuanya seperti memiliki obsesi terhadap anaknya sendiri. Bahkan dalam kisahnya sang Ibu mertua secara tiba-tiba di tengah malam, meminta untuk berbaring dan memeluk sang anak karena merasa hari ini adalah hari yang berat untuknya.
Baca juga: Remaja Patah Hati Coba Bunuh Diri: Menggali Makna Cinta dari Sudut Pandang Psikologi
Perselingkuhan
Kasus perselingkuhan baru-baru ini terjadi pada seorang pria di Sulawesi Tenggara pada Agustus 2024. Pada kasus ini menjelaskan bagaimana seorang pria berinisial RS (34) sedang dalam masa kritis usai di keroyok oleh sang mertua dan ipar. Berdasarkan kronologi yang disampaikan, bahwasanya korban mendapati bahwa sang istri selingkuh dan hendak melaporkan hal tersebut ke polisi. Namun akibat hal tersebut, kedua pelaku merasa malu, dan melampiaskan amarahnya kepada korban saat sedang melakukan kerja bakti bersama warga.
Selain hal-hal diatas, nyatanya ada beberapa hal lain yang menjadi bayangan menakutkan bagi banyak orang, yaitu kondisi finansial. Hal tersebut, karena tentu dalam sebuah pernikahan finansial menjadi poros utama yang dipertimbangkan dan perhatikan.
Nggak sampai disitu saja, hal miris lainnya juga ditemukan dalam data yang diperoleh Kementerian Agama yang disampaikan dalam lamannya kemenag.go.id. Pada laman tersebut disampaikan bagaimana begitu banyak kasus perceraian dari sekian banyak pernikahan. Kemudian 80% diantaranya merupakan perceraian dibawah 5 tahun pernikahan.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A mengatakan, "Sebanyak 12-15 persen dari rata-rata dua juta masalah perkawinan setiap tahunnya itu adalah perceraian dan Ironisnya lagi, sebanyak 80 persen perceraian itu terjadi pada perkawinan di bawah usia lima tahun," ucapnya di Gedung Kementerian Agama Jln. Thamrin, Jakarta, pada Rabu (10/8).
Baca juga: Mengungkap Sisi Psikologis di Balik Kasus Tabrakan Mahasiswi dan Ibu Rumah Tangga di Pekanbaru
Selain berdasarkan kasus-kasus diatas, nyatanya terdapat beberapa penyebab lain terjadinya marriage is scary. Terdapat beberapa penyebab marriage is scary yang coba disampaikan dalam laman satupersen.net sebagai berikut:
- Tekanan dari lingkungan sosial dan budaya yang ada disekitar.
- Takut akan kehilangan kemandirian atau kebebasan pribadi setelah menikah, terutama pada perempuan.
- Takut akan beban keuangan yang mungkin tidak stabil setelah menikah, sehingga sulit mempertahankan standar hidup tertentu.
- Takut terhadap beban emosional, seperti mengelola konflik, berhubungan dengan mertua, atau mempertahankan hubungan yang baik.
- Takut tidak bisa bahagia dalam pernikahan.
- Takut terhadap harapan-harapan sosial, sehingga terbentuk tuntutan-tuntunan sosial seperti memiliki anak, dll.
- Takut terhadap hal-hal yang mungkin terjadi dalam pernikahan tanpa diketahui atau tidak terduga.
- Takut tidak dapat berkembang dan bertumbuh dalam hubungan pernikahan.
Akibat kondisi-kondisi di atas, pada kenyataannya secara nggak langsung berdampak terhadap tren menikah yang dihimpun dalam Laporan Badan Pusat Statistika (BPS). Berdasarkan data yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistika (BPS) menunjukkan adanya pernurunan yang cukup signifikan terhadap tren pernikahan dan terus menerus mengalami penurunan. Penurunan ini terus terjadi selama 3 tahun kebelakang dan yang paling parah terjadi pada tahun 2023.
Berdasarkan data yang terhimpun pada tahun 2023 tercatat sebanyak 1.577.255 jumlah pernikahan, yang dimana angka ini menurun dari 1.705.348 pernikahan pada tahun 2022.
Lalu bagaimana cara kita menghadapi marriage is scary?
Pada nyatanya menghadapi rasa takut bukanlah hal yang mudah. Rasa takut umumnya hanya dapat dilewati dengan merasakannya dan menghadapinya. Tapi selain itu, untuk bisa menghadapi marriage is scary tentu ada beberapa tips yang bisa dilakukan, berikut beberapa tips yang mungkin bisa membantu kamu, yaitu sebagai berikut:
- Ketakutan akan menikah pada umumnya dipengaruhi oleh pengalaman di masa lalu. Oleh karena itu, penting untuk kita memeriksa kembali dan memahami bagaimana pengalaman masa lalu mempengaruhi pandangan kita tentang komitmen.
- Perhatikan kembali, apa yang kamu butuhkan. Pertimbangkanlah apakah pernikahan menjadi bagian dari tujuan dan harapan kamu dimasa depan.
- Cari tau kembali tentang pernikahan. Kamu bisa memperdalam pandangan kamu tentang pernikahan dari orang-orang disekitar kamu, kaya teman, keluarga, ataupun konselor.
- Cobalah mengurangi rasa gelisah kamu dengan aktivitas fisik yang membantu, kaya yoga, meditasi, dll. Selain itu, kamu juga bisa memulai dengan gaya hidup yang sehat.
- Cobalah perbanyak istirahat dari media sosial dan mulailah fokus pada diri kamu sendiri. Karena media sosial bisa saja memperburuk kecemasan kamu.
- Berusahalah untuk fokus pada solusi utnuk memperbaiki kondisi pernikahan di masa lalu atau kondisi pernikahan yang kamu lihat, jangan fokus pada kondisinya saja.
Baca juga: Eksploitasi Karyawan dalam Perspektif Psikologi: Dampak Psikologis dan Solusi
Pada intinya, percayalah bahwa pernikahan bukanlah hal menakutkan selama kalian bisa memilih pasangan yang tepat dan mampu merencanakan pernikahanmu dengan matang. Kemudian ubahlah pemikiranmu, jika dalam pernikahan akan selalu ada masalah dan konflik, tapi itu semua adalah dinamika pernikahan dan percayalah bahwa itu tidaklah seburuk pikiranmu. Seperti kata-kata berikut,
"Yakin membuat segalanya jadi mungkin, Pendirian membuat segalanya menjadi mudah."
Kasus-kasus yang mungkin kamu lihat, pada nyatanya hanyalah kasus-kasus khusus yang tidak kamu rasakan. Cobalah tetap fokus pada hal-hal yang positif. Selain itu penting untuk diingat bahwa pernikahan adalah keputusan pribadi yang tentu tidak mudah untuk diambil, dan tentu perlu diambil dengan pertimbangan yang matang.
Melalui Tren “Marriage is Scary” ini, secara nggak langsung mengajarkan kita bahwasanya pernikahan, nggak selalu berbicara perihal cinta dan kebahagiaan, melainkan juga berbicara soal komitmen yang besar dan tanggungjawab yang berat. Tetaplah semangat dan percaya bahwa kebahagiaan akan selalu ada untuk mereka yang berjuang dan mengharapkannya, Semangat Penjuang Komitmen.
Laporan: Andea Muhammad Abhista Andikaputra
- Penulis :
- Latisha Asharani
- Editor :
- Latisha Asharani